Misteri Long COVID Yang Masih Bisa Diderita Pasca Vaksinasi dan Booster

profile picture tarapauline

Dengan virus COVID-19 yang berkembang dari varian Alpha, Delta, hingga Omicron, vaksin COVID-19 juga semakin berkembang untuk menjaga tubuh kita. Vaksin COVID-19 dirancang untuk meningkatkan respon imun tubuh. Setelah menerima vaksin, jika seseorang mengalami demam, nyeri, ataupun sakit kepala, hal tersebut merupakan gejala umum yang dirasakan setiap orang. Gejala tersebut juga gejala yang sama dengan gejala Long COVID-19.

Akan tetapi, bagaimana jika gejala diatas masih bisa berdampak ke penyintas COVID-19 walaupun telah di vaksin penuh dan booster? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Ini hal-hal yang periu diketahui. 

Apa yang terjadi saat vaksin disuntikan kedalam tubuh?

Saat tubuh menerima vaksin, yang perlu diperhatikan adalah pada satu atau dua hari pertama adalah bagian dari respon imun bawaan dan reaksi inflamasi tubuh. Respon ini disebut respon imun bawaan atau disebut dengan garis pertahanan tubuh pertama yang berumur pendek sekitar berhari-hari atau berminggu-minggu yang bertujuan untuk menghilangkan invasi sel asing. 

Setelah memakan waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu, muncullah garis pertahanan kedua yang disebut respon imun adaptif. Dalam kasus vaksin SARS-CoV-2, diperlukan waktu sekitar dua minggu untuk mengembangkan respon adaptif yang memberikan perlindungan jangka panjang terhadap virus.

Menurut data Center for Disease Control and Prevention (CDC) per 14 Dec 2020 s.d. 13 Januari 2021 di minggu pertama setelah menerima vaksin, penerima vaksin Moderna dan Pfizer di AS mengalami pegal sehabis disuntik sebesar 70.9%, kelelahan sebesar 33.5%, dan sakit kepala sebesar 29.5%. Kasus tersebut bervariasi dari sistem kekebalan yang berbeda di tiap orang. Dalam kasus dua vaksin mRNA COVID-19 tersebut, lebih dari 90% orang yang diimunisasi mengembangkan respon imun adaptif protektif sementara kurang dari 50% mengembangkan efek samping apa pun.

Lalu bagaimana kita masih bisa terpapar Long COVID-19 setelah mendapatkan vaksin dan booster?

Kasus COVID-19 masih menjadi pusat perhatian di seluruh dunia dengan penyebaran subvarian Omicron BA.4 maupun BA.5. Subvarian ini masih perlu diwaspadai karena berpotensi untuk memperpanjang durasi gelombang empat COVID-19. Hal ini tidak terkecuali juga di Indonesia. Banyaknya populasi orang dewasa muda dengan mobilitas yang tinggi sangat menyumbang berpotensi untuk infeksi dan reinfeksi COVID-19.

Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan Nature Medicine bahwa vaksinasi hanya 15% mengurangi kemungkinan COVID-19 pada orang yang telah terinfeksi.  Ahli nefrologi Ziyad Al-Aly Saint Louis Health Care System di St. Louis, Missouri serta rekan-rekannya melihat catatan kesehatan rumah sakit Departemen Urusan Veteran (VA) AS dari Januari hingga Desember 2021. Mereka menemukan sekitar 34.000 orang yang divaksinansi yang mengalami terobosan infeksi SARS-CoV-2, 113.000 orang yang telah terinfeksi tetapi tidak divaksinasi, dan lebih dari 13 juta orang yang belum terinfeksi. 

Ditemukan juga hasil gejala seperti kabut otak dan kelelahan yaitu tidak ditemukan perbedaan jenis atau tingkat keparahan gejala antara orang yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi. Steven Deeks, peneliti HIV di University of California, San Fransisco juga mengklaim bahwa tidak memiliki data yang menunjang apakah Omicron dapat menyebabkan Long COVID-19. Deeks juga menambahkan dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk menjawab misteri Long COVID-19.

Akan tetapi, penelitian yang diterbitkan oleh eClinical Medicine menyimpulkan bahwa orang yang divaksinasi dan booster tetap berisiko terinfeksi lebih rendah dibandingkan dengan orang yang belum divaksinasi. Mengapa?

Anggap saja kamu adalah petarung UFC dan lawanmu adalah virus COVID-19. Sebelum kamu menghadapi lawan tanding, kamu pasti memerlukan persiapan. Persiapan lain itu ialah latihan yang membuat tubuhmu bertahan dari serangan-serangan lawan. Tubuh memang pasti akan mendapatkan memar setelah berlatih. Akan tetapi, seiring waktu semakin banyak kamu berlatih, begitu juga tubuh semakin kebal terhadap pukulan-pukulan lawan. 

Kunci misteri Long COVID-19 mungkin saja sangat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh masing-masing. Karena tiap orang yang terpapar COVID-19 memiliki gejala yang unik yang tidak bisa dibedakan dengan kasus orang lain. 

Berdasarkan pengalaman pribadi, saya dan sekeluarga sudah di vaksin dan booster. Saya dan ayah saya banyak WFH sedangkan adik saya banyak WFO. Suatu hari, adik saya demam dan batuk. Tak lama kemudian, seluruh keluarga juga mengalami gejala yang sama. Setelah tes antigen, yang positif adalah saya dan Ibu saya. Sedangkan adik dan ayah saya negatif. Setelah saya dan Ibu saya melakukan isolasi mandiri dan sembuh dari COVID-19, hanya saya yang masih terkena Long COVID-19 dengan gejala sakit kepala dan GERD.

Melansir dari CNN Indonesia, menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One mengungkapkan kemungkinan penyebabnya, yaitu antibodi yang bertahan setelah infeksi dibersihkan dapat menyebabkan sistem kekebalan menyerang tubuh secara keliru. 

Penelitian ini dipimpin oleh  Profesor neurologi di Universitas Arkansas terhadap plasma darah 67 pasien COVID-19 dan 13 orang tanpa riwayat infeksi. Pasien tersebut saat ini dirawat di rumah sakit, sudah sembuh dari virus, atau pernah dirawat di rumah sakit (konvalesen). 

Sekitar 93 persen pasien rawat inap dan 81 persen pasien pemulihan dalam sampel mereka memiliki antibodi tertentu yang berkembang sekitar seminggu setelah infeksi awal, setelah antibodi lain telah bekerja untuk melawan penyakit.  Antibodi ini melakukan sesuatu yang istimewa. Ia menghambat protein, enzim ACE2, yang mengatur reaksi sistem kekebalan terhadap infeksi. Reaksi inflamasi seperti yang biasa terjadi pada penyakit autoimun. Peneliti menduga penyebab munculnya Long COVID-19 mirip seperti reaksi autoimun. Hanya saja penelitian ini masih membutuhkan studi lebih lanjut. 

Long COVID masih menjadi sekumpulan teka-teki dengan segudang pertanyaan yang belum terjawab.  Oleh karena itu, selain pentingnya pemakaian masker dan social distancing yang masih harus ditaati, vaksin dan booster tetap harus dilakukan agar menjadi perisai bagi tubuh kita.

Sumber:

https://www.pbs.org/newshour/health/what-covid-vaccine-side-effects-can-and-cant-tell-you-about-your-bodys-immune-response                                          

https://time.com/6211659/long-covid-after-vaccination-booster/

https://www.nature.com/articles/d41586-022-01453-0

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210917094756-255-695584/studi-penyebab-munculnya-long-covid-diduga-mirip-autoimun/2

https://www.kompas.com/sains/read/2022/09/13/173100323/terinfeksi-covid-lagi-meski-sudah-vaksin-booster-waspadai-dampaknya?page=all

5 Agree 3 opinions
0 Disagree 0 opinions
5
0
profile picture

Written By tarapauline

This statement referred from