Covid-19 Dijadikan Ajang Bisnis?
(Pandemi Covid-19 tahun 2020 - 2021)
Pandemi Covid-19 melanda dunia, dan Indonesia termasuk didalamnya. Covid-19 melanda Indonesia sejak kasus kemunculan pertama pada 2 Maret 2020. Pada tahun 2021 antrean pasien covid-19 semakin banyak, naiknya kasus masyarakat yang terpapar Covid-19 disebabkan karena keengganan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan secara ketat. Akhirnya Pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berbasis Mikro (PPKM) Darurat sebagai langkah sigap untuk memotong mata rantai penularanan di wilayah Jawa dan Bali.
Dalam pemberlakuan PPKM ini Pemerintah dan Menteri Perhubungan mengeluarkan kebijakan wajib tes PCR bagi mereka penumpang pesawat guna mencegah penyebaran Covid-19.
Syarat naik pesawat di Jawa-Bali harus melampirkan hasil negatif tes PCR tersebut menuai kritik. Ekonom menilai kebijakan tersebut memberi peluang sebagai ajang bisnis.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan kewajiban PCR memberatkan masyarakat di saat ekonomi belum pulih. Dia menuturkan, tes PCR seolah-olah diskriminatif karena hanya berlaku bagi moda transportasi pesawat. Dia menambahkan, kebijakan PCR memiliki celah keuntungan yang cukup besar. Apalagi saat harga PCR masih tinggi di awal pandemi COVID-19.
“Beberapa perusahaan meraup kenaikan keuntungan ratusan sampai ribuan persen di masa pandemi ini, salah satunya memberi layanan test PCR yang awalnya harganya mencapai hampir 10 kali lipat dari harga luar negeri,” tuturnya.
Pada awal pandemi covid-19 biaya tes PCR di Indonesia yaitu sekitar Rp900.000 bahkan rumah sakit dan beberapa laboratorium mematok harga tes PCR diatas 1 juta rupiah. Namun setelah mendapat kritik dari masyarakat kementerian kesehatan menurunkan biaya tes PCR di daerah Jawa-Bali menjadi Rp495.000 dan untuk biaya tes PCR diluar Jawa-Bali ditetapkan sebesar paling tinggi Rp525.000. Aturan ini berlaku efektif sejak 17 Agustus 2021.
Biaya tes PCR yang mahal menjadikan masyarakat beranggapan bahwa tes PCR ini dijadikan ajang untuk berbisnis.
Jika kebijakan tes PCR untuk kehati-hatian terhadap penyebaran virus corona, mengapa tidak diberlakukan secara rata terhadap mode transportasi lainnya baik darat maupun laut. Karena tidak hanya transportasi udara, transportasi laut maupun darat sama-sama memicu kerumunan. Pemerintah harus menjelaskan secara jelas alasan mengapa masyarakat yang akan menggunakan transportasi udara saja yang di beri kebijakan tersebut padahal para penumpang sudah tes antigen dan vaksin 2 kali seperti yang ditetapkan oleh pemerintah.
Selain tes PCR, vaksin covid-19 juga mendapat tuduhan dijadikan ajang berbisnis. Seorang mahasiswi salah satu Universitas swasta mulai ragu terhadap wabah virus Corona. Ia melihat lama-kelamaan virus Corona hanya menjadi ladang bisnis karena semua negara sedang berlomba-lomba membuat vaksin virus Corona, yang nantinya akan diperjualbelikan dengan harga tidak murah. Termasuk Indonesia. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir yang merupakan Ketua Pelaksana Komite Covid-19 memperkirakan harga vaksin Covid-19 sebesar 25-30 dolar AS atau Rp440.000.
"Nah perhitungan awal harga vaksin ini untuk satu orang, karena satu orang perlu dua kali suntik dan jeda waktunya dua minggu kurang lebih. Itu harganya 25-30 dollar AS range-nya," ujar Erick di Komisi VI DPR RI, Kamis (27/8).
Ia pun merasa, pandemi ini malah menjadi ajang untuk memperkaya orang-orang yang punya wewenang terhadap vaksin tersebut. Seharusnya, vaksin Covid-19 ini tidak diperjualbelikan, apalagi dengan harga yang cukup tinggi.
Namun pada tanggal 16 Desember 2020 Presiden mengumumkan pemerintah bakal menggratiskan vaksin Covid-19 ke seluruh warga negara Indonesia.
"Setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali," kata Jokowi seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 16 Desember 2020.
Setelah itu, Jokowi memerintahkan seluruh jajaran kabinet, kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021.
Masih banyak lagi oknum-oknum yang memanfaatkan pandemi covid-19 seperti, menjual obat palsu covid-19, meminta bantuan dengan dalih peduli corona dan masih banyak lagi. Untuk itu kita harus pintar dalam menyikapi ulah oknum-oknum yang memanfaatkan keadaan seperti pandemi covid-19 ini.
Jadi apakah benar covid-19 dijadikan ajang bisnis? Jawabannya iya, seperti yang dipaparkan diatas pasti sebagian besar pernyataan benar. Kenapa tidak? Orang-orang serakah dan tidak mempunyai hati bisa melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanya walaupun disituasi memprihatinkan seperti saat wabah covid-19 saat ini.
Pandemi Covid-19 adalah wabah yang menyerang seluruh dunia, termasuk Indonesia. Untuk itu sesama warga negara harus memiliki kesadaran untuk saling melindungi dan membantu, bukan malah menjadikan wabah ini sebagai ajang bisnis yang dapat merugikan banyak orang dan mencari keuntungan sendiri.
Referensi:
https://matabanua.co.id/2021/10/25/pandemi-sudah-jadi-ajang-bisnis/?amp=1
https://dephub.go.id/post/read/aturan-bertransportasi-dalam-negeri-di-masa-ppkm-darurat