Pesan Covid-19: Menjauh Untuk Menjaga
Kesehatan menjadi momok yang amat sangat berharga bagi umat manusia. Tanpanya manusia tidak bisa beraktivitas dan hanya bisa terkulai lemah. Terlebih ketika virus corona melanda tiga tahun silam, kesehatan menjadi hal yang sangat langka.
Kehadiran virus corona menggemparkan warga Indonesia. Pasalnya penyakit ini mudah sekali menyebar, menyerang, merusak sistem pernapasan hingga menyebabkan kematian. Kondisi Indonesia berubah seketika. Sekolah-sekolah diliburkan hingga tenar pemberlakuan zoom meeting. Plakat-plakat pemakaian masker dan menjaga jarak minimal satu meter digalakkan. Konsekuensi pemerintah yang menghimbau warga untuk stay at home merisaukan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan pegawainya secara offline. Akhirnya banyak perusahaan yang terpaksa berhenti. Warga yang entah akan mendapatkan pendapatan dari mana dituntut memutar otak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bisnis-bisnis kecil online atau kerja work from home pun bermunculan. Begitulah corona yang menggembleng kesabaran masyarakat.
Dengan banyaknya konsekuensi yang meminimalisir berkumpulnya massa tak ubahnya membuat banyak korban bergelimpangan. Virus yang berasal dari Wuhan China itu terus merambat hingga sampai di ibu pertiwi. Dimulai dari Sumatera, merambat ke arah timur, selatan, hingga akhirnya merata melanda seluruh penjuru negeri, menimbulkan kasus kematian terbanyak sepanjang sejarah. Dilansir dari News Google, Indonesia memiliki total 6.698.790 kasus dan 160.224 korban jiwa.
Langkah pemerintah untuk menanggulangi bencana ini yakni dengan pemberlakuan vaksin pada seluruh masyarakat demi menambah sistem kekebalan tubuh. Gejala yang didapat setelah vaksin di antaranya rasa nyeri pada area bekas suntikan dan berupa efek samping seperti demam, mudah lelah, hingga sakit kepala. Dinukil dari Halodoc, hal ini adalah hal yang wajar karena artinya tubuh mulai memberikan respon pada cairan yang disuntikkan pada tubuh dan mulai membentuk antibodi.
Tentu kita tak lagi asing dengan istilah 'isolasi' ataupun ‘karantina’. Pasien yang terpapar virus atau pernah memiliki riwayat kontak dengan yang terpapar akan menjalani masa isolasi paling tidak 10-14 hari. Hal ini berupaya sebagai pencegahan terjadinya penyebaran virus. Kemudian dilakukan PCR (Polymerase Chain Reaction) yakni metode pemeriksaan virus dengan mendeteksi DNA virus hingga didapatkan hasil apakah seseorang positif atau negatif. Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hasil tes PCR sudah mengantongi standar?
Seringkali kita temukan seseorang yang terpapar covid dan telah menjalankan isolasi masih memiliki hasil positif dalam tes PCR-nya. Padahal 14 hari sudah ia memisahkan diri dari khalayak. Mengapa terjadi demikian?
Dikutip dari CNN Indonesia, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan penentuan Cycle Threshold (CT) Value tidak menjadi tolak ukur warga terkonfirmasi positif maupun negatif virus corona. Warga yang melakukan tes PCR setelah isolasi kemudian hasilnya masih positif bukan berarti ia masih membawa virus aktif dalam tubuhnya. Hal ini dikarenakan metode molekuler DNA dan RNA yang diterapkan dalam PCR mengidentifikasi benda mati yang menjurus ke virus corona sehingga hasil CT Value masih positif.
Selama tiga tahun drama covid-19 berlanjut. Indonesia seakan memiliki dunia baru. Saat itulah kesabaran menempa setiap hati rakyat. Menahan rindu pada sanak saudara. Menahan bepergian hendak kemana. Bahkan saat momentum keagamaan seperti hari raya pun mobilitas masih dibatasi. Hanya bisa sebatas memberi kabar melalui social media. Indonesia menemukan wajah baru dalam tiga tahun terakhir.
Namun hal itu tak sepenuhnya buruk. Justru dengan meminimalisir pertemuan berarti kita juga andil dalam pencegahan covid. Tak lupa diiringi dengan menerapkan 5M :
- Mencuci tangan
- Menjaga jarak
- Menjauhi kerumunan
- Memakai masker
- Membatasi mobilitas
Sekarang tinggal menghitung hari menuju tahun 2023. Kabar corona yang masih abu-abu (kadang membaik, kadang memburuk) agaknya meresahkan masyarakat. Kasus ini akan diangkat lagi pada Januari mendatang, yakni mengakhiri fase pandemi dan beralih menjadi fase endemi.
Dilansir dari Liputan6, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menanggapi informasi tersebut belum pasti lantaran kondisi pandemi yang bersifat global harus dikoordinasikan statusnya bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tugas kita adalah menjaga konsistensi penerapan 5M. Selalu waspada walaupun keadaan sudah dirasa kondusif. Bukan hanya pemerintah saja yang harus mempersiapkan diri menghadapi covid 2023, melainkan seluruh masyarakat Indonesia.
Sumber :
https://www.halodoc.com/artikel/inilah-berbagai-efek-samping-vaksin-covid-19-yang-umum-terjadi
https://news.google.com/covid19/map?hl=id&mid=%2Fm%2F03ryn&gl=ID&ceid=ID%3Aid