Media, 'Biang Kerok' Makin Menurunnya Imunitas Masyarakat Selama Pandemi Covid-19

profile picture irsyadunnas

Kalau ditanya siapa yang turut serta bertanggungjawab atas ketakutan masyarakat selama pandemi covid-19, tentu banyak yang sepakat itu salah satu ulah dari pemberitaan berbagai media. Media punya peran besar membangun persepsi publik atas segala sesuatu, baik soal berita apapun, hingga mudahnya menggiring opini publik.

Pernyataan di atas bukan tanpa alasan. Sebab, selama pandemi masyarakat seakan mendapat asupan berita ketakutan setiap hari bukan berita yang menenangkan. Tentu hal tersebut sangat berpengaruh terhadap menurunnya imunitas masyarakat selama pandemi.

Entah ini soal besarnya animo masyarakat atas berita-berita seputar covid-19, atau hanya hanya sekedar bagian dari strategi media untuk meningkatkan jumlah pengunjung portal berita atau penonton berita sebuah media televisi. 

Kita memang tak boleh berprangka buruk, karena media juga punya peran besar sebagai sebuah arus informasi yang satu sisi bisa menguntungkan masyarakat. Namun catatan penting untuk media baik cetak atau elektronik, bahwa sebuah ketakutan bisa terbangun dari pemberitaan-pemberitaan negatif terus-menerus nyaris selama 24 jam.

Media Memberi Rasa Aman atau Ketakutan Selama Pandemi?

Sebuah pertanyaan yang menggelitik, benarkah selama pandemi covid-19 kita disajikan berita objektik, akurat dan berimbang oleh media? Tentu kita tetap berpikir positif bahwa para jurnalis telah menerapkan etika jurnalistik dalam menyampaikan dan menulis berita soal covid-19. 

Namun media bukan tanpa adanya kritik soal pemberitaan virus corona. Mengutip dari investor.id (05/03/2020), Ketua Dewan Pers saat itu Muhammad Nuh, menghimbau semua media untuk tidak memberitakan soal kasus virus corona secara berlebihan yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat dan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintaan terkait penanganan virus corona. Ini menjadi bukti bahwa Dewan Pers sendiri sudah mewanti-wanti dampak buruk pemberitaan media yang berlebihan terhadap cara pandang publik.

Media ‘Musuh’ baru Selama Pandemi

Selama kurun waktu pelaksanaan Pilpres 2014 hingga Pilpres 2019, media dituding berat sebelah atas segala informasi yang tersaji. Kita tentu tahu, hampir semua pemilik media terkoneksi dengan kepentingan politik. Anda tentu tak perlu kaget, beberapa media saat itu terang-terangan mendukung salah satu kandidat calon presiden. Sebuah fenomena yang tak pernah terjadi sejak reformasi bergulir sampai berakhirnya kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jika selama Pilpres 2014 dan 2019 media menjadi teman bagi pendukung salah satu kandidat calon Presiden, justru selama pandemi Covid-19 keadaan berbalik.

Masyarakat yang awalnya tak acuh, mulai merasakan keresahan pemberitaan media soal penyebaran virus corona. Hampir setiap saat, media kompak memberitakan makin membesarnya jumlah angka korban jiwa karena Covid-19. Tak hanya itu, baik di media cetak maupun elektronik kita diperlihatkan statistik jumlah penderita yang terjangkit dan korban jiwa setiap menit selama 24 jam. Keresahan-keresahan masyarakat inilah memunculkan rasa ‘permusuhan’ kepada media karena dituding membuat imunitas masyarakat yang makin menurun.

Stigma Berbisnis ‘Ketakutan’ Selama Pandemi Covid-19

Media memang berorientasi kepada keuntungan, disamping punya tugas pokok untuk menyampaikan informasi yang akurat. Namun stigma negatif media selama pandemi dianggap memanfaatkan berita yang dirilis untuk kepentingan traffic pengunjung dan penonton terlanjur tersemat.

Alhasil, porsi pemberitaan lain selama pandemi sedikit tergeser dengan dominasi seputar berita virus corona. Tak salah memang media memberitakan perkembangan penyebaran virus corona. Namun nampaknya media terlampau berlebihan sehingga mencuatkan isu bahwa ada bisnis ‘ketakutan’ yang sedang dibangun. 

Mestinya media berdiri bersama pemerintah untuk mengalirkan informasi yang membuat tenang masyarakat, seperti distribusi vaksin yang dibutuhkan, serta fasilitas kesehatan yang jelas bagi terjangkit virus corona. 

Peran media inilah yang kurang tampak dalam 6 bulan awal penyebaran virus corona di Indonesia. Media justru seolah membangun keputusasaan masyarakat dan rasa pesimis terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19. Sehingga jatuhnya korban jiwa akibat makin melemahnya imunitas masyarakat atas pemberitaan-pemberitaan negatif selama pandemi.

Kita berharap media kembali kepada khittah-nya untuk menyampaikan arus informasi yang akurat, objektif dan menguntungkan bagi masyarakat untuk kemajuan bangsa. Semoga demikian ke depannya. Amin

6 Agree 5 opinions
2 Disagree 2 opinions
6
2
profile picture

Written By irsyadunnas

This statement referred from