Peran Media Massa Selama COVID-19, dari Nurani atau Justru Agitasi?

profile picture Jingga Khatulistiwa

Bagaimana peran media massa selama pandemi? Pandemi Covid-19 tentu saja sudah mulai mereda meski belum musnah secara keseluruhan, namun perlahan tapi pasti segala sesuatu mulai kembali pada tempatnya. Meskipun anomali yang terjadi karena pandemi membentuk pola baru dalam kehidupan masyarakat.  Dalam kondisi saat ini, situasi yang lebih tenang dari teror covid yang sebagian besar diberitakan oleh media atau didapatkan dari sosial media serta cerita dari mulut ke mulut yang bisa saja dilebihkan, akhirnya, kita semua bisa menghadapi dan menganalisis fenomena pandemi covid dengan lebih objektif.


Berbicara tentang covid tentu saja memiliki berbagai paradigma. Ada tipe orang seperti ibu saya yang paranoid terhadap covid yang awalnya hanya ia saksikan dari berita, ada juga tipe orang seperti teman saya yang tidak percaya sama sekali pada covid dan menganggap covid sebenarnya adalah flu biasa, menurutnya ada konspirasi yang melatarbelakangi peristiwa pandemi covid. 


Informasi tentang covid tentu saja sebagian besarnya merupakan pengaruh media. Apa yang para wartawan tulis mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap covid. Jadi, keobjektifitasan wartawan sungguh diperlukan. Sebelum para wartawan itu menulis, mereka harus memberikan informasi yang benar, meluruskan hoax, dan mempertimbangkan nurani. Dalam menghadapi pandemi covid yang anomali, dengan pola hidup semua orang yang berubah drastis, penghentian dan terkendalanya semua sektor membuat semua orang stress. Mereka butuh berita yang menenangkan, mereka butuh kebenaran. Bukan kepentingan pihak tertentu semata.


Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas  COVID-19 Hery Trianto menyatakan bahwa Satgas COVID-19 telah menjalin kerja sama yang baik dengan media massa dalam hal menyebarkan informasi yang terpercaya terkait pandemi COVID-19.


Terpercaya atau kebenaran saja tidak cukup, pasca pandemi covid, saya sungguh merasa bahwa covid sesungguhnya tidak seberbahaya kedengarannya. Apalagi dengan fakta lapangan yang ada, semuanya terasa dilebih-lebihkan. Dibalik media massa, apakah murni suara hati nurani wartawan yang berbicara untuk menyampaikan kebenaran dan dapat dipercaya publik ataukah justru agitasi pada masyarakat?


Bagaimana jika sesungguhnya ada dalang dibalik teror covid? Seperti yang kita ketahui bersama, terdapat banyak skandal saat covid menyerang. Ada beberapa pihak yang diuntungkan karena situasi covid, seperti korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sosial, misalnya. Di awal kemunculan covid, berita-berita yang beredar lebih terdengar seperti agitasi pada masyarakat, untuk menimbulkan huru-hara. Karena keadaan yang tidak terkendali, lahirlah pula kebijakan yang mendadak yang berakibat seperti efek domino pada seluruh sektor tanpa terkecuali terkena dampak besar.


Apakah ada tanggung jawab media disini? Tentu saja. Apakah berita yang mereka sampaikan pada awalnya sudah dipertimbangkan matang-matang? Atau justru karena memenuhi tuntutan saja? Memenuhi tanggung jawab pekerjaan? Atau demi eksistensi dan membahas hal yang diperbincangkan saja? 


Peran media dalam mematahkan berita hoax juga belum cukup maksimal. Di Indonesia, belum ada media massa terpercaya yang sepenuhnya semua orang yakin akan kebenaran yang disampaikan. Saat covid berlangsung masyarakat bingung harus mempercayai siapa? Akhirnya masyarakat hanya berkutat pada apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Bukankah peran media sebenarnya adalah menyuguhkan apa yang masyarakat butuhkan? Terkait hal ini, kita semua sudah memiliki jawabannya. Kepercayaan masyarakat kepada media masih kurang, hal ini dikarenakan masyarakat kurang merasakan kehadiran media dipihak mereka. karena sudah menjadi budaya, media kerap mengangkat berita yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Berita-berita yang menyangkut oknum pejabat yang bermasalah, terkadang kurang transparansi dalam penyampaian, bahkan tidak dikupas tuntas. 


Jadi, menurut kalian berita yang disampaikan media massa saat covid-19 dari nurani atau justru agitasi?

17 Agree 9 opinions
0 Disagree 0 opinions
17
0

This statement referred from