Flat Earth: Ilusi atau Saintifik?

profile picture fikri_asy'ari

Di era majunya teknologi dan kebebasan berpikir memunculkan berbagai pendapat, pemahaman hingga konspirasi terkait kehidupan di muka bumi ini. Sebab alam semesta beserta isinya merupakan sebuah unsur yang menyatu secara kompleks dan belum sepenuhnya tereksplorasi. Tidak memungkiri, suatu bentuk bumi pun telah menjadi perbincangan dan melahirkan sebuah pemahaman baru. Adalah Flat Earth Theory atau teori bumi datar yang merupakan sebuah pseudo-sains atau ilmu semu. Menurut The American Heritage, Dictionary of the English Language, edisi ke-5. Pseudo-sains sendiri ialah sebuah teori, metodologi, pengetahuan atau praktik yang diyakini tidak memiliki atau tidak sesuai landasan saintifik. Walaupun demikian kehadirannya telah membentuk kelompok pro dan kontra mengenai bentuk bumi di masyarakat.      

Mengutip dari Olshansky dkk (2020) berjudul Flat-Smacked! Converting to Flat Eatherism. Bahwasanya, pemahaman pada flat earth modern sendiri telah ada pada 1849 ketika Samuel Rowbotham asal Inggris menulis dalam bukunya Earth Not a Globe, yang meyakini keberadaan bumi pada pusat alam semesta dan metode untuk pembenarannya menggunakan pengalaman melalui indra manusia. Atas ide inilah telah mengilhami sebagian masyarakat dunia untuk percaya kepada bumi datar, hingga membentuk suatu organisasi besar yang dinamakan Flat Earth Society. Keanggotaannya berasal dari berbagai kalangan seperti rapper Bobby Ray Simmons Jr, dan pengikutnya pun telah menyebar keseluruh penjuru negara termasuk Indonesia, serta menjadi peristiwa yang booming di masyarakat khususnya pada kalangan ilmuan, cendekiawan hingga anak muda. Dilansir dari riset Rangga Prasetya (2020) di Indonesia sendiri tren akan bumi datar ini muncul pada akhir 2016, dimana kemunculannya pertama kali dikenal melalui daring, seperti kanal Youtube Flat Earth 101 Indonesia” dan halaman grup di berbagai media sosial dengan nama Indonesia Flat Earth Society (IFES). 

Perdebatan pun tidak dapat dihindari hingga melahirkan istilah Flat Earth Vs Round Earth. Dimana, anggota Flat Earth dengan konspirasinya terus meyakini masyarakat melalui argumen – argumennya yang menarik. Penulis sendiri merasakannya, saat memiliki teman yang percaya akan bumi datar dengan terus memberi informasi dan argumen konspirasi melalui buku – buku keluaran terbaru tentang bumi datar, serta seringkali mengaitkan dengan penjelasan penciptaan bumi oleh Tuhan yang termaktub dalam surah Al Quran. Selain itu, mengirimkan video – video youtube yang menjelaskan bumi datar, bahkan ia membeli merchandise karena kecintaannya pada bumi datar. Adapun penulis menanggapinya dengan penerimaan yang terbuka, dan terkadang memicu perdebatan kecil, namun sebisa mungkin tidak memandang rendahnya. Dilansir dari The Conversation oleh Diaz Ruiz (2022), nyatanya hal ini sesuai dengan analisis oleh Diaz Ruiz dan Tomas Nilsson dalam mengamati ratusan video di Youtube tentang orang yang berargumen bumi datar. Bahwasanya, argumen mereka seringkali menyentuh pada keyakinan agama khususnya agama – agama samawi, selanjutnya mendeskripsikan melalui teori - teori konspirasi sebagai penentangan terhadap kekuasaan elit dunia, dan terakhir melakukan eksperimen atau observasi secara sendiri, dimana hal ini sesuai dengan metode kebenaran yang disarankan oleh Rowbotham.

Sejatinya, perdebatan ilusi maupun saintifik terkait bentuk bumi ini hendaklah menghargai kembali kepada para peneliti, cendekiawan, ilmuwan maupun agamawan masing – masing yang telah mengeksplorasi bumi dalam jangka waktu yang beragam. Seperti halnya dua ilmuwan Yunani, yaitu Eratosthenes yang menemukan ukuran keliling bumi secara akurat dan Aristoteles yang mengamati rasi bintang yang berbeda di tiap wilayah bumi, atau kritik dari peneliti Eric Dubay (2014) dalam bukunya The Flat Earth Conspiracy yang mengatakan fakta bahwa masyarakat dunia telah ditanami ilusi melalui sains dan propaganda selama 500 tahun. Adapun salah satu faktanya, seperti fenomena gerhana matahari dan bulan yang tidak sesuai perhitungan apabila didasarkan pada teori bumi bulat. 

Pada akhirnya kedua perdebatan ini tidak akan selesai dengan begitu saja, namun perdebatan ini menjadi sebuah pertanda bagi masyarakat agar terus berinovasi dan berkembang pada saintifik mengenai bumi. Selain itu, boomingnya hal ini telah memicu masyarakat untuk meninjau, meneliti, dan membaca kembali ilmu pengetahuan yang sudah dilakukan oleh para ilmuwan terdahulu. Hadirnya perdebatan ini juga membentuk sebuah harapan agar senantiasa umat manusia didorong untuk bersama – sama secara damai mencari solusi atas permasalahan di bumi tercinta ini.     

5 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
5
0
profile picture

Written By fikri_asy'ari

This statement referred from