Kerajaan Mataram kuno (Medang) : sering banget relokasi !

profile picture jill
Sejarah - Lokal

Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Medang, adalah salah satu kerajaan penting di Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa. Kerajaan ini dikenal dengan dinamika politik dan sosialnya, termasuk pemindahan ibu kota yang terjadi berkali-kali.

Dalam artikel ini, kita akan membahas perbedaan antara Mataram Kuno dan Mataram Islam, serta mengulas beberapa pemindahan ibu kota yang terjadi selama masa pemerintahan berbagai raja.

Perbedaan Mataram Kuno dan Mataram Islam

Mataram Kuno merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang berdiri antara abad ke-8 hingga ke-10. Berbeda dengan Mataram Islam yang muncul pada abad ke-16, Mataram Kuno lebih dikenal dengan pengaruh budaya Hindu dan Buddhanya. Mataram Islam, di sisi lain, berkembang sebagai kerajaan Islam dengan pengaruh yang kuat dari para ulama dan pedagang Islam.

Perpindahan Ibu Kota Kerajaan Medang

Raja Sanjaya - Mataram Toh Pitu Raja Sanjaya, pendiri Dinasti Sanjaya, memindahkan ibu kota kerajaan ke daerah Mataram Toh Pitu. Ini dibuktikan dengan Prasasti Canggal yang mencatat tentang pembangunan candi dan pengukuhan kekuasaan raja. Selain itu, Prasasti Mantyasih juga menunjukkan kekuatan politik dan budaya yang berkembang di masa pemerintahannya.

Raja Rakai Pikatan - Mamratipura Di bawah kepemimpinan Raja Rakai Pikatan, ibu kota dipindahkan ke Mamratipura, yang terletak di dekat Magelang. Prasasti Siwagrha mencatat pembangunan candi dan kegiatan keagamaan yang berlangsung di sana, menandakan perkembangan yang signifikan di bidang arsitektur dan seni.

Raja Dyah Balitung - Yawapura (P'o-tch'eng) Raja Dyah Balitung melanjutkan tradisi pemindahan ibu kota ke Yawapura, yang juga dikenal sebagai P'o-tch'eng dalam catatan Dinasti Tang. Prasasti yang mencatat aktivitasnya menunjukkan peran pentingnya dalam memperkuat kekuasaan dan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

Raja Mpu Daksa - P’o-lu-chia-sse Mpu Daksa, raja yang juga mencatat dirinya dalam sejarah, membawa ibu kota ke P’o-lu-chia-sse, sebagaimana dicatat dalam catatan Dinasti Tang. Hal ini menunjukkan hubungan yang semakin luas dengan dunia luar.

Raja Mpu Sindok - Tamwlang dan Watugaluh Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota ke Tamwlang, dan kemudian ke Watugaluh. Prasasti Turryan dan Prasasti Paradah mencerminkan pergeseran kekuasaan dan strategi pertahanan yang diambil untuk menjaga kestabilan kerajaan.

Raja Dharmawangsa - Wwatan Di bawah kepemimpinan Raja Dharmawangsa, ibu kota akhirnya dipindahkan ke Wwatan. Prasasti Pucangan mencatat langkah-langkah strategis yang diambil untuk memperkuat posisi kerajaan di tengah persaingan dengan kerajaan lain.

Alasan Pemindahan Ibu Kota Mataram Kuno ke Jawa Timur

Beberapa faktor mempengaruhi pemindahan ibu kota Mataram Kuno ke wilayah Jawa Timur:

Meletusnya Gunung Merapi Aktivitas vulkanik yang tinggi di sekitar wilayah Mataram menyebabkan ancaman bagi keamanan dan stabilitas kerajaan. Pemindahan ke daerah yang lebih aman menjadi pilihan strategis untuk melindungi rakyat dan kekayaan kerajaan.

Menghindari Serangan Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya yang kuat di Sumatra menjadi ancaman bagi Mataram Kuno. Pemindahan ibu kota ke wilayah yang lebih terpencil di Jawa Timur diharapkan dapat menghindari serangan dari musuh.

Perebutan Kekuasaan Ketidakstabilan internal dan konflik antar penguasa juga mendorong pemindahan ibu kota. Dengan berpindah tempat, raja dapat mencoba membangun kembali kekuasaan dan otoritasnya di daerah baru.

Kerajaan Mataram Kuno adalah contoh yang jelas tentang bagaimana faktor-faktor lingkungan, politik, dan sosial mempengaruhi dinamika pemerintahan di masa lalu. Pemindahan ibu kota yang sering kali mencerminkan adaptasi dan strategi bertahan hidup dari kerajaan ini dalam menghadapi tantangan yang ada. Meskipun Mataram Kuno telah lama berlalu, warisannya tetap hidup dalam sejarah dan budaya Indonesia hingga kini.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By jill

This statement referred from