Tuhan hadir melalui pengalaman agamis

profile picture Katarina_456
Sains - Fenomena

Tema: Eksistensi Tuhan 

Tuhan hadir melalui pengalaman agamis 

Tidak dapat di pungkiri bahwa keberadaan manusia didunia ini merupakan campur tangan sang penciptanya, Tuhanlah yang membuatnya ada. Manusia pun akan menjadi sempurna ketika hidupnya menyatu dengan alam semesta, di sekitarnya. Namun seiring dengan berjalannnya waktu dalam menjalani kehidupan, manusia tidak selamanya mampu merasakan kehadiaran Tuhan. Yang kerapkali di pertanyakan adalah eksistensi Tuhan, khususnya kesengsaraannya. Manusia sering mempertanyakan kehadiaran Tuhan, melalui ajarannnya di berbagai agama yang diyakini sebagai pengasih, penyayang, pelindung, penebusan dosa manusia dan pengatur hidup manusia bahkan sebagai penghibur di kala susah. Orang- orang akan bertanya, mengapa Tuhan selalu memberi cobaan yang berat kepadaku? Tuhan di mana saat aku menderita? Mengapa doaku tidak Tuhan kabulkan? 

Pertanyaan yang sangat kritis pun dilontarkan sebagai bahan diskusi dalam pembahasan teologi misalnya, mengapa orang yang percaya kepada Tuhan mati duluan? Mengapa orang baik dan saleh harus tersiksa dan menderita semasa hidupnya? Contoh konkrit mengapa Tuhan tidak menyelamatkan seorang artis yang Bernama vanesa angel dan suaminya bibi dari kecelakaan tunggal tersebut padahal semasa hidupnya sangatlah baik dan taat beribadah. Atau, kasus polisi tembak polisi yang kasusnya belum selesai sampai saat ini, kenapa Tuhan tidak bisa menyelamatkan Brigadir Joshua dari penembakan rekan sama polisinya? Yang membuat dirinya meninggal dunia dan belum mendapatkan keadilan sampai saat ini. 

Semua orang bisa saja terkena musibah, tidak peduli latar belakang social dan bagaimana kehidupannnya sehari-hari. Sekarang sedang marak beredar Tindakan criminal mulai dari pemerkosaan, pembunuhan, pecurian, dll tidak hanya menimpah orang jahat saja. Seperti mahatma Gandhi seorang pejuang yang memiliki dedikasi tinggi bagi dunia saja tewas di bunuh. Yang kalau dilihat dari perjuanganNYA tentu kematian tersebut bukan balasan yang setimpal dengan setiap perbuatan baik yang dilakukannya semasa hidup.  Manusia kadang memang tidak, merasa puas akan segala hal yang Tuhan berikan. Hal itu yang membuat keraguan dalam diri untuk tidak mau menerima kehadiran Tuhan, imannya goyah ketika sedang dalam kesulitan manusia berbondong- bonding datang untuk memuji, memuliakan Tuhan, dengan tak henti-hentinya berdoa, banyak dari mereka yang merasa tidak adil, Tuhan tidak peduli pada mereka selalu mendatangkan penderitaan yang tiada henti, sehingga kepercayaan akan Tuhan luntur. Namun ketika sedang manusia melupakan Tuhan dengan focus pada diri sendiri, rasa angkuh membelenggu diri mereka, keserakah dan tamak seolah  menjadi kodrat mereka. 

Manusia sudah lama menyembah Tuhan dalam berbagai bentuk dan filsafat dimanapun tertarik untuk memikirkan tentang Tuhan dari berbagai sudut. Dan dalam abad ke-20 filsafat ketuhanan sendiri seakan-akan menghilang dari wacana filsafat. Filsafat abad ke-20 memikirkan manusia dan pengetahuannya, bahasa manusia, masyarakat dan budaya, tetapi tidak banyak memikirkan tentang Tuhan, atau sekurang-kurangnya Tuhan tidak lagi menjadi objek utama diskursus filsafat (Magnis Suseno, 2006: 19).

Pada mulanya manusia mengakui hanya ada satu Tuhan tertinggi, yang telah menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari kejauhan. Kepercayaan terhadap satu Tuhan tertinggi (kadang-kadang disebut Tuhan langit, karena dia diasosiasikan dengan ketinggian) masih terlihat dalam agama 

suku-suku pribumi Afrika, mereka mengungkapkan kerinduan terhadap Tuhan melalui doa (Armstrong, 2021: 27). Memahami Tuhan atau yang transenden secara rasional tak lain adalah upaya manusia untuk memahami hakikat yang kasat mata dan yang gaib serta punya tujuan memantapkan keyakinannya akan keberadaan yang transenden yang dianggap mempengaruhi seluk-beluk kehidupan ini. Dalam waktu yang sama, orang yang mengaku tidak percaya kepada yang transenden juga punya keinginan untuk meniadakan secara rasional yang transenden itu, baik dengan maksud menolaknya ataupun karena tidak mampu menangkap eksistensinya. Pada titik ini dapat dikatakan, apapun tujuan untuk memahami dan menolak yang transenden menjadi bukti bahwa yang transenden betul-betul telah memengaruhi kehidupan manusia.

Bicarakan tentang Tuhan memang tidak akan menemui akhir, karena sesungguhnya bagaimanapun juga manusia mempunyai kecenderungan untuk mengakui adanya yang transenden. Kecenderungan ini, tidak lepas dari berbagai kelemahan yang melekat pada diri manusia.  Pertanyaan menarik dari filsafat ketuhanan adalah apakah Tuhan memang ada atau hanya sekadar ilusi atau proyeksi manusia. Para filsuf dan teologi tidak pernah tercapai tetapi mereka mengemukakan pikiran-pikiran yang merujuk ke arah Tuhan, akan tetapi bukti tersebut bukan sebagai bukti dalam arti yang sesungguhnya. Oleh karenanya dalam hal ini tidak terdapat bukti-bukti yang sungguh melainkan pandangan terhadap Tuhan. Menurut Huijbers (1995: 137) dominasi bukti tentang adanya Tuhan dipersepsikan tergantung dari situasi pribadi tiap orang, tetapi tidak hanya bukti rasional saja yang dapat dijadikan pedoman, melainkan mempunyai keyakinan terhadap adanya Tuhan, dengan demikian ia tidak diyakinkan oleh ide-ide rasional dan Tuhan dapat dibuktikan lewat pengalaman-pengalaman religius.

1 Agree 1 opinion
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By Katarina_456

This statement referred from