Mengenal Eksistensi Tuhan dari Mempertanyakan Eksistensi Kebahagiaan.
Mungkin kebahagiaan bukanlah sifat ataupun kejadian. Kebahagiaan adalah proses, itu yang sekarang dikoar-koarkan.
Apakah memang benar demikian? Apakah memang kebahagiaan yang sekarang dicari-cari oleh setiap manusia memiliki definisi dan konsep yang seperti itu? Bisa jadi kebahagiaan adalah sesuatu yang keberadaannya diatur oleh eksistensi yang ada di dimensi yang lebih tinggi dari manusia. Sebagaimana manusia yang memberi warna atau menghapusnya ketika menggambar kehidupan di buku gambar, eksistensi ini juga mengatur rasa termasuk kebahagiaan pada kehidupan kita. Sebagaimana manusia yang bisa semaunya mengubah apa yang ada dibuku gambar, eksistensi ini juga bisa dengan mudah mengatur dan mengubah apa yang ada di dimensi manusia.
Kebahagiaan bisa jadi memiliki unsur lain. Bisa jadi kebahagiaan yang dirasakan manusia adalah satu dari apa yang menjadi bagian dari kebahagiaan yang sebenarnya, sebagaimana warna di kehidupan buku gambar yang merupakan efek dan hasil dari goresan pensil warna yang memiliki unsur panjang, lebar dan tinggi yang digerakkan oleh penggambar. Penggambar memberikan goresan warna dari pensil yang berdunia tiga dimensi lalu goresan itu menyatu dengan dunia dua dimensi. Bagi mereka yang di dua dimensi hanya mengetahui warna, tidak mengetahui pensil warna. Mungkin begitupula kebahagiaan. Kebahagiaan yang ada dalam kehidupan kita adalah warna. Dan kebahagiaan sebenarnya ibarat pensil warna yang memiliki unsur-unsur yang lainnya.
Dengan pemikiran itu, bisa ditarik jawaban kenapa manusia susah memahami apa itu kebahagiaan. Jawaban dari kenapa susah untuk mengerti definisi dari tujuan hidup manusia ini. Kebahagiaan ini begitu susah ditebak, ada yang mencari tapi tidak menemukan, ada yang hanya duduk-duduk santai seperti tanpa usaha, tapi kebahagiaan datang menghampirinya, ada yang berlari namun ternyata kebahagiaannya adalah dengan berjalan, ada yang berusaha padahal kebahagiaannya adalah menerima. Dari sana juga didapatkan jawaban kenapa tidak ada yang mampu mendefinisikan kebahagiaan sebenarnya? kenapa kebahagiaan orang berbeda-beda? karena kebahagiaan adalah warna kehidupan, dan sebagai penggambar yang ingin membuat karya yang baik dan estetik, maka penggunaan warna tidak mungkin hanya satu rupa.
Setelah memahami sudut pandang berbeda tentang apa itu bahagia, sebagaimana bahagia yang dimetaforakan sebagai warna dari pensil warna, muncul pertanyaan, siapa yang mengatur dan memakai pensil warna kebahagiaan ini? Maka jawabannya tentu eksistensi yang lebih tinggi dari pensil warna itu sendiri. Dan sebagaimana manusia yang hanya mampu melihat warna bahagia, tapi tidak mampu melihat pensil warnanya, maka secara logika tentu saja manusia tidak akan mampu melihat siapa yang menggerakkan pensil warna bahagia. Sebab sudah jelas, dimensinya itu berbeda.
Terus bagaimana manusia jika ia ingin mengenal eksistensi yang memberikan kehidupan mereka warna, sedangkan dimensinya itu berbeda? Jawabannya adalah dengan mengenal tanda yang sudah diberikan oleh eksistensi yang menjadi penggambar ini. Tanda-tanda yang diberikan oleh eksistensi penggambar ini bisa ditemukan pada apa yang telah diwahyukan pada orang-orang terpilih. Eksistensi memberikan sketsa dengan garis lalu memberinya warna pada bagian-bagian tertentu sehingga didapatkan karya seni kehidupan yang telah diatur sedemikian rupa. Setiap apa yang diwarnai, ada batasannya, ada juga perbedaan penekanannya, ada juga perbedaan arsirannya, perbedaan bahan warnanya dan lain sebagainya. Maka manusia yang hidup diberi kebebasan untuk memilih hidup diwarna apa, terserah mereka. Jika warna bahagia manusia merah, misalnya, maka manusia harus hidup di bagian yang diwarnai oleh warna merah.
Perwakilan yang memberikan tuntunan dan jadi pembeda untuk setiap warna ini dikhususkan memang oleh penggambar untuk jadi pembeda. Sebagaimana kita yang khusus menjadikan objek tertentu yaitu sketsa jadi pembatas, begitu pula eksistensi penggambar ini memberikan hak khusus pada orang-orang tertentu untuk jadi sketsa, jadi pembatas, jadi pembeda dan penuntun. Orang-orang dengan hak khusus ini tentu merupakan orang-orang yang diberikan keistimewaan karena perwujudan dari kehendak Eksistensi penggambar. Oleh karena itu, para orang-orang terpilih selalu beda dan memiliki keistimewaan karena mendapat perlakuan khusus dari sang eksistensi penggambar.
Sebagai kesimpulan, sebuah rasa termasuk kebahagiaan dan misterinya yang sampai sekarang hanya bisa dipahami akan tetapi sukar untuk dijadikan definisi adalah sesuatu yang berbeda tingkatan dimensinya dengan dimensi kehidupan manusia. Dari pernyataan ini, didapatkan jawaban kenapa manusia tidak bisa mengatur dan menentukan rasa khususnya kebahagiaan karena itu bukanlah sesuatu yang ada pada dimensinya. Sebagaimana kehidupan di dimensi kedua tidak mampu mengatur apa yang ada di dimensi ketiga, manusia pun tidak akan mampu mengatur rasa dan kebahagiaan yang tingkatan dimensinya lebih tinggi dari mereka. Maka rasa dan kebahagiaan yang diberikan kepada manusia seperti warna yang digoreskan oleh penggambar pada lukisannya dan artinya ada yang mengatur dan memberikan rasa dan kebahagiaan ini pada manusia. Lalu siapakah itu? Tuhan? Atau ada yang lain selain Tuhan? Yang pasti, rasa dan kebahagiaan yang ada sekarang adalah apa yang bisa diatur sesuka hati oleh eksistensi yang kehadirannya lebih tinggi dari manusia.