Menilik Awal Kemunculan COVID, Permainan Menarik "Life Game" Elite Global
Pada akhir tahun 2019, dunia sempat digegerkan dengan kemunculan penyakit baru bernama COVID. Saat itu berbagai media terus menyiarkan kabar jumlah kematian korban virus Corona dari berbagai Negara. Sirine ambulans terus mengaung disetiap jalan raya. Tampak pemandangan yang menyayat hati di lokasi penguburan, mobil jenazah mengantre dalam diam, menunggu giliran untuk menguburkan jenazah. Tak ada suara tangisan di kuburan, namun mereka menjerit di rumah masing-masing. Ditinggal pergi selamanya oleh orang tersayang, tetapi tidak bisa mengantarkan ke tempat peristirahatan terkahir makin menambah luka.
Tapi, bagaimana jika sesungguhnya COVID itu tidak ada? Bagaimana jika sebenarnya ini semua buatan manusia? Bagaimana jika tujuan dari ini semua adalah mengorbankan manusia lain demi menguntungkan diri sendiri? Maka akan muncul pertentangan dari banyak orang yang mengatakan, “anda belum pernah ditinggal oleh orang yang anda sayangi karena COVID, makanya bisa berkata seperti itu”. Tapi disisi lain, ada pula yang mengatakan, “Saya tidak yakin COVID itu ada, karena…” dan berbagai spekulasi mulai bermunculan.
Berdasarkan dari berbagai sumber, dengan disertai beberapa bukti, berikut beberapa spekulasi yang mendukung keraguan akan adanya COVID karena “seleksi alam”.
- Kebocoran Laboratorium Rahasia
Spekulasi pertama ini tentu tidak asing lagi di dengar. Konon COVID merupakan senjata biologis yang sengaja dirancang sebagai bekal perang dunia suatu Negara. Skenario pertama yang muncul adalah COVID tidak sengaja bocor dari laboratorium rahasia. Untuk menyembunyikan kecerobohan pihak terkait, maka di settinglah seolah kemunculan pertama merupakan penularan dari hewan.
Skenario kedua, COVID sengaja disebarkan oleh elite global untuk urusan bisnis. Beberapa bukti yang mendukung adalah kemunculan vaksin yang dinilai cepat, dan PCR yang terbukti tidak memiliki golden standart sebagai penentu seseorang terinfeksi atau tidak. Belum lagi beberapa peraturan tidak masuk akal, seperti jika berpergian ke beberapa tempat, pemerintah meminta masyarakat untuk melakukan test PCR sebagai syarat perjalanan.
- Dokumen Little Dog Paper
Pada bulan Desember sebuah dokumen dengan nama “Little Dog Paper” tersebar dan menjadi sebuah propaganda Tiongkok. Di dalamnya terdapat narasi yang menyatakan bahwa COVID sebenarnya tidak ada, dan segala rentetan kejadian awal munculnya COVID yang tersebar di media adalah palsu.
- Kesaksian peneliti di China
Seorang peneliti yang merupakan bagian dari kelompok penelitian virus COVID di China pernah mengatakan bahwa semua bukti yang China tampilkan beberapa saat setelah kemunculan COVID adalah palsu. Mereka sengaja terlihat seperti bekerja agar dinilai publik baik.
Tindakan inipun dinilai seperti main-main. Bagaimana mungkin peneliti dengan santai tidak cepat menangani pandemi? Seperti memang ada pihak yang menahan mereka untuk secepatnya menghilangkan virus ini.
- Keberadaan COVID
Gejala seseorang terkena COVID meliputi, batuk, pilek, radang tenggorokan, sesak nafas atau susah bernafas, demam, dan bercak pada paru-paru. Semua gejala ini mengarah ke penyakit umum seperti flu, atau pnenumia. Sebelum diadakannya COVID, seseroang yang mengalami gejala diatas akan dikaitkan dengan penyakit lain.
Hal tersebut meragukan khalayak, sebab tidak ada bukti spesifik dari keberadaan COVID itu sendiri. Katakanlah seperti penyakit cacar, ada bukti berupa bercak kemerahan pada kulit. Penyakit diare yang memiliki gejala spesifik seperti feses yang bertekstur cair dan terjadi berulang kali.
Pembuktian seseorang terkena COVID juga tidak terdeteksi secara kasat mata, hanya menggunakan tes yang mengambil sampel dari lendir tenggorokan dan hidung, kemudian diletakkan pada alat sederhana. Tampak tidak masuk akal jika dipikir dengan logika. Apa yang menyebabkan alat PCR akan menunjukan tanda positif? Contohnya alat tes kehamilan akan berubah menjadi garis 2 karena alat tes dirancang untuk "peka" terhadap hormon hCG yang terdapat pada urine manusia. Sedangkan PCR tidak ada ulasan mendetail tentang itu.
Bahkan lucunya, pemerintah setempat mengeluarkan larangan untuk memasuki suatu fasilitas umum jika seseorang demam (karena dicurigai COVID), seolah mengklaim demam sama dengan COVID.
- Integritas Vision Medical *bukti di 6.31
Vision Medical, perusahaan yang bergerak dibidang peralatan kesehatan ini ditunjuk sebagai penyedia alat test COVID. Dikarenakan perusahaan ini merupakan PT terbuka, maka publik bisa mengakses laporan keuangan dengan mudah. Jika diperhatikan, pola laporan keuangan Vision Medical memiliki kemiripan dengan laporan keuangan Enron yang sempat menjadi skandal dan mengegerkan publik saat itu.
Pertama, susunan laporan keuangan Vision Medical terlihat sangat “menggiurkan”, dengan profit yang tinggi dan liabiliti yang kecil. Hal ini memang tidak menjadi bukti kuat bahwa ada dugaan “penyelewengan”. Nampak seperti perusahaan yang tidak memiliki masalah, tidak mengalami pasang surut, ya sebenarnya dari sini agak sedikit mencurigaan.
Kedua, pernyataan Vision Medical yang mengklaim mengenai kemajuan penelitian teknologinya pada bidang genetika dan antisipasi pandemi. Apa yang mencurigakan? Bukannya wajar jika perusahaan dengan latar belakang perlatan kesehatan terus berbenah demi kemajuan teknologi yang dapat menolong umat manusia? Tampaknya begitu, namun seperti yang semua orang tau, penelitian demi mendapatkan hasil yang baru membutuhkan dana cukup besar. Jika dilihat laporan keuangan Vision Medical, cukup mustahil dengan profitnya bisa melakukan penelitian dalam waktu singkat.
Mereka kemudian menyatakan, penelitian tersebut merupakan hasil dari para sponsor. Baiklah, tentunya perusahaan sebesar ini pasti mencatat daftar sponsor dan nominal yang dikeluarkan masing-masing pihak bukan? Ketika daftar sponsor dirilis, beberapa nama aneh dan menggelitik muncul, persis seperti kasus Enron, yaitu ada nama kelompok atau perusahaan bernama “Donald Duck LLC" dan “Oscar the Grouch LLC". Kedua nama tersebut adalah nama tokoh kartun terkenal. Mari gunakan logika, orang-orang seperti apa yang membangun perusahaan, dimana tentunya memerlukan uang dalam jumlah sangat besar, lalu memberikan nama usahanya dengan nama tokoh kartun? Orang awam pun bisa dengan mudah mencari tau melalui Google dan semacamnya, bahwa kedua perusahaan itu tidak pernah ada.
Tim mereka juga diketahui menerbitkan genom pertama yang diberi nama genom 02123, namun sama sekali tidak menerbitkan jurnal atau paper hingga beberapa bulan lamanya. Selang beberapa waktu jurnal atau paper dikeluarkan, hasilnya justru menarik satu nama lagi, yaitu Johns Hopkins, sebuah lembaga yang dikaitkan dengan event 201, event yang menuai kontroversi karena mengadakan simulasi pandemi.
Sebagai info, event 201 menjadi perbincangan karena saat awal pandemi, mereka mengadakan pertemuan dengan "judul" respon terhadap pandemi COVID. Namun dalam acaranya, mereka hanya fokus membicarakan hal tidak penting, seperti social media dan internet semasa pandemi nantinya. Lucu bukan? Seharusnya mereka fokus membahas dan mengajarkan bagaimana merawat orang sakit, penangannya, pertolongan pertama, dll.
Nah, daftar sponsor dari Vision Medical, dan paper yang mengarah pada event 201 membuat banyak orang bertambah yakin jika COVID hanyalah menjadi ajang bisnis. Pemerintah tidak pernah serius membahas bagaimana manusia bisa bertahan hidup semasa pandemi.
- World Military Games
Sebelum COVID menjadi pandemi, rupanya Wuhan sedang mengadakan World Military Games, yang mana mendatangkan sejumlah peserta dari berbagai Negara. Setelah event tersebut selesai, kemudian COVID mulai menyebar secara cepat ke seluruh dunia. Penikmat konspirasi mengatakan, bahwa awal mula COVID disebarkan adalah pada saat event itu.
Polanya sama dengan penyebaran penyakit AIDS, yaitu adanya pesta jalanan yang diikuti oleh kaum pelangi, khususnya gay secara serentak, dan kemudian AIDS merebak. Apalagi didukung dengan pemikiran, bahwa World Military Games membutuhkan waktu persiapan bertahun-tahun lamanya. Ini yang menyebabkan munculnya isu, elite global telah mempersiapkan pandemi ini jauh-jauh hari.
- Pernyataan Future Health Summit di Washington DC
Perkumpulan yang diadakan di Washington DC dan dihadiri oleh ahli flu serta promotor vaksin ini seharusnya membahas mengenai bagaimana manusia dapat hidup lebih lama dengan keadaan tubuh sehat, cara menangani penyakit yang mematikan, dan sejenisnya sesuai dengan namanya. Namun, pernyataan dari salah satu peserta di dalamnya, Dr. Fauci bocor.
Beliau sempat mengatakan ingin membuat penyakit Flu berbahaya seperti kanker atau AIDS. Pernyataan ini tentu membuat geger publik, karena pas sekali dengan kemunculan COVID yang memiliki pertanda seperti flu pada umumnya.
Apa yang membuat Ia ingin melakukan ini juga terkuak. Perkumpulan itu menghasilkan kesimpulan bahwa mereka akan mengeluarkan vaksin moderna. Namun pada saat itu, Dr. Fauci tidak menyebut vaksin anti Covid atau sejenisnya, melainkan "universal flu shot".
Rupanya ada keluhan dari promotor vaksin sebelumnya, bahwa peminat vaksin untuk flu hanya sedikit, sekitar 23%. Tentu mereka ingin meningkatkan penjualan vaksin ini supaya tidak mengalami kerugian. Perlu diingat, pertemuan ini diadakan dekat sekali dengan event 201 yang telah dibahas diatas.
- Dr. Lee Wang Lang
Spekulasi yang muncul berikutnya dan tentu sudah banyak orang dengar adalah isu soal Dr. Lee Wang Lang. Seorang dokter mata yang berada di Wuhan, China. Beliau sempat mencuri perhatian publik pada saat awal kemunculan COVID.
Ia melaporkan adanya kasus SARS yang diduga berpusat di sebuah pasar Wuhan, China, setelah menemui 7 orang pasien dengan gejala serupa. Ia juga memberitahu publik melalui sosial medianya, untuk berhati-hati akan adanya penyakit baru yang membahayakan, imbas dari pasien yang ditanganinya.
Setelah kejadian itu, beliau di datangi oleh Biro Keamanan setempat, dan dituduh melakukan pembohongan publik dengan memberikan pernyataan palsu. Pihak berwenang kemudian memaksa menandatangani sebuah surat berisi pernyataan bahwa Dr. Lee Wan Lang telah memberikan informasi palsu dan tidak akan mengulanginya lagi.
Ia kemudian dipanggil oleh partai komunis Tiongkok dan diberi sanksi tanpa alasan jelas. Beberapa saat kemudian, Dr. Lee Wang Lang menghilang dari publik. Ia sempat terlihat sesekali, namun dalam keadaan yang tidak baik, Ia menggunakan tabung oksigen. Tidak butuh waktu lama, muncul berita meninggalnya Dr. Lee Wang Lang.
Kronologi ini menimbulkan spekulasi berbagai pihak, bahwa dokter mata tersebut dibunuh secara sengaja oleh partai komunis, atas keterlibatannya dalam pelaporan kasus SARS sebelumnya. Beliau dianggap membeberkan fakta (antara bahwa itu penyakit SARS atau tahap awal penyebaran) yang bisa merugikan rencana elite global.
Dengan adanya kasus besar ini, anehnya media Amerika Serikat hampir tidak pernah membahas kasus Dr. Lee Wang Lang ke publik, seolah sengaja menutupi.
- Kormodibitas dan Kematian
Sejak awal kemunculan COVID, jika diperhatikan baik-baik, rata-rata penderita yang meninggal memiliki penyakit bawaan. Hal ini menimbulkan 2 spekulasi baru. Pertama, COVID sebenarnya tidak seberbahaya itu. Semua juga tau, setiap orang yang memiliki riwayat penyakit parah tentu tubuhnya akan berbeda dalam menghadapi jenis penyakit ringan lain, apapun itu. Kedua, bisa saja mereka meninggal karena penyakitnya, namun sengaja dikaitkan dengan COVID untuk mendapatkan aliran dana, atau kepentingan finansial dan politik lainnya.
- Tweet Von Kurkov
Von Kurkov, salah seorang anggota WHO sempat memberikan pendapatnya di media sosial Twitter, bahwa masih belum ada bukti yang jelas akan penularan virus COVID dari manusia ke manusia lainnya. Tweet Von Kurkov didasarkan pada hasil investigasi yang mengatasnamakan WHO.
- Keefektifan Alat Tes Covid
Segala tes yang menyatakan seseorang terkena COVID atau tidak ternyata menimbulkan keraguan. Sebab tidak ada standart "emas" apa yang bisa menentukan seseorang ini terinfeksi virus atau tidak.
Sebagai contoh, Journal of Medical Virology menulis sebuah artikel yang cukup membuat publik tercengang. Dari 41 kasus pasien yang dinyatakan positif COVID, saat dilakukan tes hanya 15 pasien yang dinyatakan positif. Padahal 41 pasien sebelumnya sudah terkonfirmasi positif oleh laboratorium. Lantas, mengapa hasilnya berbeda? Apakah alat test ini tidak efektif?
Kasus ini menjadi indikator, bahwa tidak ada keseriusan dalam penanganan penyakit ini. Tampak seperti uji asal untuk menjalankan kewajiban kelompok tertentu, dan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan pihak terkait. Sudah tau alat tes tidak efektif, namun mereka tetap dengan nekat membawanya ke publik untuk dijadikan dasar seseorang mengidap virus ini atau tidak.
- Dokumenter Netflix
Beberapa saat setelah pandemi muncul, netflix mengunggah sebuah dokumentar berisi penanganan untuk mencegah pandemi. Publik menganggap proses pembuatan dokumenter tidaklah singkat, dan waktu ini tidak relevan jika dihubungkan dengan waktu pasca COVID launching. Hal ini memancing anggapan bahwa dokumenter telah disiapkan jauh sebelum COVID meledak di dunia.
Tidak lama setelah dokumenter dikeluarkan, beredar video di khalayak ramai tentang seorang wanita China yang sedang memakan kelelawar. Ada tanggapan bahwa inilah asal muasal COVID. Namun setelah diselidiki, video ini rupanya diambil pada tahun 2017, jauh sebelum lahir COVID.
Uniknya, video ini juga disiarkan di berbagai portal berita, yang seharusnya, reporter atau tim sejenisnya bisa memilah mana video yang berupa hoax dan asli. Ditambah lagi pengakuan seorang gadis yahudi yang cukup lama tinggal di China mengatakan, bahwa warga China tidak memakan kelelawar. Selama Ia tinggal disana, tidak pernah Ia temui masyarakat setempat mengkonsumsi kelelawar.
KESIMPULAN
Dari beberapa kontroversi diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan COVID masih banyak diragukan publik sebagai suatu penyakit yang tidak disengaja. Beberapa bukti, baik yang terpapar di depan umum, maupun bersifat rahasia berhasil menunjukan adanya keterlibatan elite global dalam penyebaran virus yang katanya mematikan ini.
Alasan yang bisa disimpulkan dari opini-opini diatas antara lain:
- Meningkatkan penjualan vaksin flu yang merugikan berbagai pihak.
- Meningkatkan pendapatan dengan cara berjualan alat medis yang berkaitan dengan COVID dan penjualan vaksin.
- Merupakan perang diam-diam antara China dan Amerika.
Dan semua ini mengarah pada jawaban, bahwa COVID disengaja. Tentunya merugikan banyak pihak, khususnya masyarakat sipil. Mereka terpaksa kehilangan banyak anggota keluarga, dan harus menggelotorkan sejumlah uang demi "bertahan hidup"
Tapi siapa bilang tidak ada sisi positifnya? Setidaknya Bumi bisa beristirahat sejenak dari keserakahan manusia.