Politik Mentah Membuat Pecah
Akhir-akhir ini Indonesia sedang memasuki pesta demokrasi yang besar. Pesta demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden. Semua warga negara yang memiliki hak pilih sesuai dengan ketentuannya, wajib memberikan hak suara. Ramai sekelompok orang bersorak riang menyerukan pilihan. Berusaha mengajak beberapa pihak supaya mengikuti kandidat pilihannya. Baliho-baliho dukungan memenuhi ruas jalan. Tak heran, bagi orang yang buta teknologi akan tetap mengikuti berita hangat ini sepanjang waktu. Entah dari kampanye pendukung kandidat paslon maupun dari mulut ke mulut. pada masa sekarang, hampir semua informasi terkait politik bisa diakses dengan mudah. Informasi tersebut terdiri dari berbagai macam versi dan kebutuhan. Namun kemudahan itu, terdapat ancaman yang besar. Tak peduli siapa yang mengunggah, dari mana asalnya, apakah isinya dipertanggungjawabkan penulis, apakah terbukti benar adanya, semua itu masih abu-abu. Banyak netizen yang masih menelan dengan mentah informasi politik yang didapat. Namun dibalik itu, yang paling berperan dalam mewujudkan keberhasilan politik adalah partai politik itu sendiri.
Penyambung Atau Pemutus Aspirasi?
Tujuan dibentuknya partai politik itu apa sih? Singkatnya, partai politik menjadi tempat menyambungkan aspirasi dan suara rakyat dalam mewujudkan negara demokrasi yang adil sesuai nilai-nilai dasar negara. Namun apa yang ditujukan tak sesuai dengan apa yang diperlihatkan. Banyak partai politik yang diam-diam melebarkan sayapnya dengan gagah. Namun dengan cara mematahkan paksa sayap partai lain. Atau, dengan diam mengadu domba permasalahan dua belah pihak yang sedang bersengketa. Bukannya saling berlomba mematahkan tetapi berlomba bersaing, partai mana yang lebih baik dalam menerima, menampung, dan menyalurkan suara rakyat dalam melakukan perubahan.
Pecah Belah Oleh Partai Gagah
Berhasil atau tidaknya tindakan tersebut tentu memberikan efek domino terhadap partai itu sendiri. Minusnya adalah terjadi banyaknya perbedaan dalam berpendapat oleh anggota partai itu sendiri. Contohnya anggota yang secara mendadak mengundurkan diri atau bernegosiasi dengan pihak lawan dengan menikam partai sendiri dari belakang. Banyak cara untuk memecah belah, namun perlu digaris bawahi, pihak mana yang sebenarnya adalah provokator utama? Siapa yang mengadu domba?
Dipilih Rakyat Atau Mewakilkan Rakyat?
dahulu, sistem pemilihan umum di Indonesia adalah proporsional tertutup. Artinya, caleg-caleg yang maju adalah pilihan partai itu sendiri. Berbeda dengan tahun 2004, sistem proporsional terbuka mulai dipakai. Tentu kedua sistem ini memiliki perbedaan yang signifikan. Proporsional tertutup memiliki kelebihan yang menjadi kekurangan proporsional terbuka sekarang. Contohnya adalah praktik politik uang. Sudah tak asing lagi dengan praktik tersebut, beberapa partai politik menggunakan kekuasaan dan kekayaan miliknya untuk membeli suara rakyat. Tentu ini berlawanan dengan asas pemilu yang sering disingkat LUBER JURDIL. Memberikan keterbatasan bagi warga negara untuk menyuarakan hak pilihnya. Kebingungan pada mereka akan tercipta jika keadaan ekonomi menghimpitnya keras. Mereka tak diberi pilihan, maka untuk apa hak itu diberikan?
Perlu digaris bawahi bahwa sistem lama itu membuat hubungan antara pemilih dan yang dipilih merenggang. Keterbatasan informasi dan interaksi mempersulit terjadinya perwujudan dari perubahan yang signifikan. Hal ini membuat rakyat tak mengetahui bagaimana terjalannya sistem demokrasi yang terjadi. Apakah pemimpin itu bisa dipercaya atau bualan semata. Semua itu akan jelas apabila perubahan terjadi dengan pesat dan melibatkan banyak rakyat. Artinya, kontribusi antara rakyat dan pemerintah terjalin dengan baik. Sedangkan dalam sistem baru justru menjadi kebalikan dari sistem lama. Sistem baru memungkinkan banyak pihak yang berkaitan membutuhkan modal yang besar dalam berkampanye dan kegiatan ini berpotensi terjadinya praktik politik uang. Kemudahan teknologi tentu mempermudah proses kampanye yang transparan. Namun perlu diingat, kemudahan ini juga membawa kesulitan. Persaingan antar caleg bisa terjadi kapan pun dan dengan cara apa pun. Mereka menggunakan caranya sendiri dalam berkampanye agar mampu memengaruhi rakyat untuk memberikan hak pilihnya. Lantas, dengan kelebihan dan kekurangan itu manakah yang lebih baik?
Banyak Jalan Banyak Halangan
Tentu tak mudah menjadi domba berwarna putih disekumpulan domba berwarna hitam. Bagi orang yang memiliki hati yang murni akan tujuan baik, tentu sulit. Menemukan banyak kepribadian dengan tujuan pribadi masing-masing. Entah apalah caranya, intinya tercapai dan memberi untung berganda. Namun dirinya lupa, negara ini adalah negara dengan sistem demokrasi. Artinya, dia yang memiliki posisi diaparat negara tentu bukanlah semudah jentikan jari. Mereka terpilih oleh rakyat dan untuk rakyat. Apabila mengingkari, tentu dia memilih jalan berkhianat bukan? Kejujuran dalam berpartai ternyata lebih sulit. Menurut saya, sistem baru bisa lebih efektif dibanding sistem lama apabila pihak di dalamnya memiliki sikap jujur yang tinggi. Artinya, mereka yang bersangkutan mampu meminimalisir terjadinya kecurangan dalam pemilihan. Dan bersikap mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Sebab mereka dipilih oleh rakyat untuk rakyat bukan menjadi pengkhianat rakyat!