Nasib Keluarga Setelah Kepergian Pahlawan HAM, Munir Said Thalib
Meninggalnya aktivis HAM, Munir Said Thalib pada tanggal 7 September 2004 menyisakan banyak duka, terutama untuk keluarga beliau. Tidak hanya berjasa bagi masyarakat Indonesia, Munir pun menjalankan perannya dengan baik dalam keluarganya. Tak khayal hingga saat inipun, keluarga Munir masih terus meminta keadilan atas kepergian pahlawan asal Malang, Jawa Timur ini.
Bukan hanya Munir, namun keluarganya yang tidak tau apa-apapun rupanya kerap kali menerima ancaman dari orang yang tidak dikenal. Bahkan setelah kepergian sang legenda HAM ini pun, mereka masih mendapatkan intimidasi dari terduga pelaku pelanggaran HAM yang telah atau akan diungkap Munir.
Keluarga munir menyampaikan kronologi intimidasi yang diterimanya kepada publik. Mereka mendapatkan kiriman paket misterius secara berturut-turut pada tanggal 20 November 2004 dan 21 November 2004. Saat itu kediamannya yang berada di Jalan Cendana XII, No. 12, Bekasi, di datangi oleh salah satu petugas dari Pos Indonesia. Petugas menyerahkan paket kepada Mulyono, salah seorang anggota keluarga Munir. Paket ini ditunjukan untuk Suciwati, istri dari Munir. Pengirim tertulis atas nama Zul Rizal Umar, dengan alamat jalan Semeru X, Nomor 45 Bogor
Suciwati sempat membuka sedikit paket tersebut, namun karena memiliki rasa curiga, Ia meminta bantuan Rena, anggota keluarga lainnya untuk membawa paket yang telah sedikit terbuka itu ke halaman depan rumah. Suciwati kemudian menghubungi tim Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), mengundang mereka datang ke rumah dan menceritakan kejadian itu.
Tim Kontras pun datang dan melakukan identifikasi. Paket berbentuk box atau kardus coklat seperti pada umumnya, dengan ukuran pajang 22cm, lebar 20cm, dan tinggi 8 cm. Saat dibuka, terdapat box berbahan sterofoam di dalamnya, dengan ukuran panjang 19cm, lebar 18cm, dan tinggi 7cm. Sterofoam di buka dan berisi plastik berukuran panjang 13cm dan lebar 7cm. Isi dari plastik adalah leher dan kepala ayam yang masih menyambung, 2 buah ceker, dan kotoran ayam yang semuanya sudah membusuk.
Mereka semakin yakin bahwa paket ini adalah bentuk ancaman untuk keluarga munir dari oknum pejabat Negara karena paket memiliki notes yang bertuliskan, "Awas!!!!! Jangan libatkan TNI dalam kematian Munir, Mau Menyusul Seperti Ini?!".
Suciwati dan tim Kontras memutuskan untuk menyerahkan paket ini kepada pihak berwajib, Bapak Tri dan Bapak Bambang, di Polda Metro Jaya pada pukul 15.30 WIB. Selanjutnya, tim forensik datang dan mendokumentasikan seluruh paket tersebut.
Ancaman-ancaman ini tak lantas membuat Suciwati takut. Ia justru semakin ingin menegakan keadilan untuk mendiang suaminya, Munir. Ia jadi semakin yakin bahwa kasus kematian Munir berhubungan dengan kepentingan politik. Surat yang ia terima juga semakin meyakinkan dirinya ada oknum TNI yang ikut terlibat. Mereka pun menjadi tidak heran apabila penyelidikan Munir terkesan lambat dan ditutup-tutupi.
Ternyata sebelum Suciwati menerima paket tersebut, keluarga Munir yang berada di Malang, terlebih dahulu mendapatkan intimidasi berupa surat ancaman. Keluarga memutuskan meminta bantuan polisi setempat. Namun saat diselidiki, alamat pengirim yang tertera merupakan alamat palsu.
Beberapa saat kemudian, Suciwati menerima kembali paket ancaman yang berisi bom. Ia sudah melaporkan paket kaleng itu ke pihak kepolisian, namun tidak ada kelanjutan hingga saat ini. Ia mengatakan, Munir pernya menyebut "koppasus" sebagai oknum yang memiliki kemungkinan besar mengirim intimidasi atas perintah "atasan"