Melemahnya Progresivitas Pemuda Dalam Kesadaran Sosial dan Politik

profile picture Samsul_Maarif
Politik - Dalam Negeri

progresivitas yang hilang dikalangan pemuda merupakan hasil dari melemahnya sikap kritis terhadap kesadaran sosial dan politik, yang disebabkan oleh; realita politik dan juga kepentingan praktis materialis para pemudanya. Misalnya adalah kebutuhan individu mereka lebih utama dibanding kebutuhan-kebutuhan yang lain

Akhir-akhir ini saya selalu bertanya kepada diri saya mengenai suatu pertanyaan yang fiktif dan cukup klise tentang bagaimana seandainya jika di negara ini tidak ada pemuda? Apakah negara ini masih tetap berdiri? Atau akankah negara ini berdiri, terlepas dari apa yang sudah negara ini lalui dimasa lalu? 

Tentu saja mungkin jawaban dbenak semua orang aka mengatakan “yah, pasti tidak aka nada negara” atau “Iya juga yah.” 

Saya pun memikirkan jawaban yang sama. Sebab mustahil rasanya keberhasilan terbentuknya sebuah negara atau bangsa didirikan tanpa adanya andil dari para pemuda, karena bagaimanapun, hampir seluruh pradaban di dunia ini, cikal bakal terbentuknya perjuangan bahkan sampai dengan semangat kebangsaan yang berada di medan terdepan sekalipun ialah pemuda, baik perjuangan secara fisik maupun pikiran. Dalam sejarah sendiri, pemuda selalu menenggarai atau menjadi pemicu didalam peristiwa-peristiwa penting didunia, dari mulai intrik perang dunia pertama dan kedua hingga yang melahirkan era digital dan teknologi seperti sekarang ini. Indonesia sendiri peristiwa penting dalam sejarahnya yang diperkarsai oleh pemuda diantaranya seperti  Soempah pemoeda  hingga peristiwa Rengasdengklok yang melahirkan proklamasi kemerdekaan 1945. Hal inilah yang mendasari saya menjadi yakin bahwa jika kita ingin merusak suatu negara maupun bangsa atau barangkali ingin menjajahnya, maka hancurkanlah pemudanya terlebih dahulu, sebab saat demikianlah itu terjadi artinya kita telah melumpuhkan titik-titik lemah negara tersebut lebih dari sekedar beribu pion-pion. Begitupun sebaliknya, jika kita ingin menjadi kuat sebagai bangsa, maka pemudanya harus kita kuatkan, melalui pendidikan yang patriotis dan nasionalis. 

Lalu pertanyaannya, apakah bangsa Indonesia sendiri berada di posisi yang sementara melemahkan atau dilemahkan?

Dewasa ini  sudah banyak hal-hal yang telah hilang didalam progresivitas pemuda khususnya didalam dimensi kesadaran sosial dan politik, tentu bahwa bukan berarti dalam catatan waktu ke belakang   dimensi ini sangat masif atau berbanding terbalik dengan kondisi sekarang melainkan dalam perubahannya mengalami hal yang skeptis. 

Seperti misalnya saat kita melihat sosial media sebagai wadah berbagai macam informasi dan komunikasi. Kencenderungan reaksi  mengenai informasi politik biasanya selalu memberikan kesan yang praktis juga pesimis dikalangan anak-anak muda saat ini, dikarenakan anggapan atau stereotip mereka tentang politik seringkali negatif. Mereka menganggap jika mendengar kata politik itu ialah hanya soal rebutan kekuasaan, korupsi, kolot dan kebohongan publik. Sementara idealnya dalam tujuan politik adalah untuk menghasilkan kesejahteraan dan keadilan sosial, demi mencapai kepentingan bersama. 

Namun politik yang dilihat anak muda saat ini sangat berbanding terbalik. Seperti  berbagai kasus korupsi yang bernilai triliunan, alih-alih mereka gunakan itu untuk kepentingan rakyat yang terjadi mereka malah gunakan untuk kepentingan pribadi. Dan juga diperparah lagi oleh praktek-praktek nepotisme baik dalam skala daerah maupun nasional, dan masih banyak lagi. Singkatnya penyebab anggapan negatif pemuda tentang politik disebabkan oleh perilaku pelaku politik yang tidak etis yang membuat realita politik menjadi tidak wajar kendati  hal-hal itu sering terjadi akhir-akhir ini. Dan Hal inilah juga  yang menjadi pemicu apatisme kalangan pemuda terhadap dunia politik. 

Dalam dimensi sosial para anak muda juga seringkali melupakan peran dan partisipasi mereka sebagai masyarakat. Tentunya ini sangat berkaitan erat didalam konteks politik itu sendiri.  Korelasi antara kesadaran sosial dan politik dimana dalam pengertiannya merupakan kesadaran untuk menumbuhkan kepedulian terhadap orang lain dengan sarana politik sebagai alatnya atau sebagai pembuat kebijakan (Policy maker). Secara sederhana bahwa krisis kesadaran sosial dan politik dikalangan pemuda merupakan pertanda krisis kesadaran sosial atas kepedulian terhadap orang lain dan nasib kita kedepan. Dan ini menurut saya adalah sikap yang melemahkan.

Alhasil,  progresivitas yang hilang dikalangan pemuda merupakan hasil dari melemahnya sikap kritis terhadap kesadaran sosial dan politik itu sendiri yang disebabkan oleh; realita politik dan juga kepentingan praktis materialis para pemudanya. Seperti misalnya dalam hal ini adalah kebutuhan individu mereka lebih utama dibanding kebutuhan-kebutuhan yang lain diluar daripada itu. Dimana para pemuda lebih cenderung memilih bekerja fokus dalam mencari uang demi memenuhi self needs. Dan pada akhirnya para kalangan muda yang seperti ini  merasa tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan perkara politik dan sosial. Bahkan lebih parahnya  mereka cenderung merasa tidak perlu untuk memikirkan itu.  Dan akhirnya disaat mereka tidak peduli, disaat itulah kesenjangan semakin menjadi.

Menurut hemat saya, untuk kita melihat dampak yang ditimbulkan oleh fenomena ini kita dapat mengetahuinya dalam beberapa lembaran sejarah kebelakang, khususnya lembaran sejarah demokrasi kita. 

Sejak kejatuhannya rezim orde baru, kita mengawali era yang disebut sebagai reformasi (1998) dan disinilah lembaran demokrasi itu dimulai. Terhitung dari sekarang sudah dua puluh lima tahun demokrasi kita berdiri yang katanya orang   terbilang masih bayi. 

Era inilah yang melahirkan banyak partai politik, dengan kesepakatan dan harapan membawa sesuatu yang dicita-citakan oleh semua orang. Namun ada satu kendala yang selalu dilupakan atau acapkali dipandang sebelah mata yang dilakukan oleh partai-partai itu, yakni kemampuan mereka untuk melihat anak muda dan menggaetnya untuk berpartisipasi dalam politik. 

Orientasi partai politik masih pada isu-isu besar, cara mendongkrak suara pun masih mengunakan cara-cara yang umum, seperti menggunakan artis cara merekrutnya dan dengan  seperti itu secara tidak langsung sudah membentuk sikap tertentu dikalangan pemuda.  Peran dikalangan anak muda pun menjadi berkurang hingga pada akhirnya mereka akan memilih untuk hura-hura ketimbang memikirkan politik yang rumit yang belum tentu memberikan keuntungan buat mereka. 

Sekolah pun memiliki andil dalam upaya mengenalkan  ke remaja terhadap politik, kendati  barangkali  saat kita duduk di bangku SMA mungkin kita sudah mengenal pentingnya menjalankan organisasi seperti OSIS, Pramuka, dan lain-lain. Namun disaat itu dalam upaya pengenalannya kita suduh cukup diberi batas untuk tidak terlampau jauh dalam urusan politik praktis, seperti partai politik, karena sistem pendidikan dan kurikulum kita tidak menyediakannya. 

Adapun alasan lain mengapa sekolah kita tidak mengajarkan pelajaran politik secara sistematis, mungkin karena adanya dampak trauma dari tragedi meletusnya gerakan partai komunis Indonesia pada tahun 1965, melalui upaya kudeta, yang pada waktu itu masyarakat sangat alergi berbicara politik hingga berimbas pada generasi muda yang ada setelah era itu berakhir.

Ada kekhawatiran khusus yang menyebabkan anak muda menjadi semu terhadap kesadaran politik. Sikap apatisme yang muncul barangkali salah satu faktor pentingnya adalah tidak terelakkannya lagi dari unsur sejarah, sehingga menjadi defisit dalam kesadaran sosial politik itu sendiri. Namun kekhawatiran khusus ini merupakan bagian titik yang sangat jelas melemahkan. 

Bagaimana mungkin, generasi muda yang pada dasarnya adalah generasi yang strategis karena ia memegang kunci keberlanjutan, saban hari kian melemah akibat ketidaktahuan dan ketidakpedulian atas realitas politik. Juga sekarang yang sedang memegang kendali kekuasaan atau para mereka kalangan tua yang dilihat sebagai pelaku politik hanya menuntut suara-suara tanpa garansi yang berkelanjutan untuk generasi muda.

Sebab jika kita terlambat tahu ini dan kita tetap saja tidak melek, maka terlambat sudah kita. Hingga saat nanti keadaannya sudah kacau sudah tidak ada lagi yang dapat dimintai ganti rugi. Barangkali keadaannya akan saling menyalahkan. 

Jadi progresivitas pemuda dalam kesadaran sosial dan politik artinya adalah bagaimana kita memahami dan sadar akan politik layaknya se esensial kesehatan saat kita memberikan kepercayaan kesehatan kita kepada dokter agar penyakit kita sembuh. Sementara di politik kita memberikan dan merawat kepercayaan pada sirkulasi kekuasaan yang kita sebut demokrasi.  Dan sadar akan sosial artinya sadar untuk politik, sebab bagaimanapun apa yang kita saksikan sekarang, apa yang menjadi nasib kita sekarang tidak ada yang kebetulan, semuanya adalah imbas dari keputusan politik.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By Samsul_Maarif

my privilage is; i was born being so poor, My persentage of my struggle is high but not mean heavyless

This statement referred from