Menikah Karena Tuntutan Umur, Terjebak Dalam Toxic Marriage
Artikel atau konten kali ini berisi cerita nyata, digunakan sebagai bahan pembelajaran. Pembaca bisa memberikan komentar berupa saran, kritik atau sekedar berbagi cerita yang mungkin sama.
Jadi saya mempunyai circle pertemanan sejak SMA berisi 4 orang. Kami mempunyai cerita hidup berbeda-beda. Kali ini saya akan menceritakan pengalaman salah satu teman saya, sebut saja namanya Vina. Dalam pertemanan kami, Vina adalah wanita yang mempunyai pemikiran "kolot". Hidupnya seolah diatur oleh usia. Dia mempunyai target usia sekian harus sudah menikah, usia sekian harus sudah punya anak pertama.
Saat masih sama-sama single, Vina beberapa kali gagal dalam hubungan pacaran. Hingga dia bertemu dengan 1 pria, sebut saja Yoga. Dia dari awal pendekatan sudah menunjukan sifat-sifat yang red flag.
Pertama, Vina disuruh perawatan wajah ini itu. Namun dia hanya mau membayari 50% dari total perawatan. Awalnya kami merasa Yoga perhatian, tapi ternyata Yoga terang-terangan bilang Vina disuruh perawatan karena Yoga malu melihat wajah Vina yang berjerawat. Dia malu membawa Vina untuk jalan-jalan, sekedar ke mall.
Kedua, Yoga menyuruh Vina menuruntkan berat badan sampai angka tertentu, padahal saat itu tampilan Vina termasuk proposional. Tidak kurus dan tidak gemuk. Perlu dicatat, ini dikatakan saat masih masa pendekatan. Belum pacaran.
Ketiga, Yoga pernah membatalkan dating mereka, dengan alasan malu mengajak Vina dating karena saat itu wajahnya lagi "kumat". Yoga malu jika nanti bertemu dengan orang yang dikenal saat jalan bersama Vina.
Keempat, Yoga selalu membanding-bandingkan Vina dengan wanita lain. Entah dari wajah, bentuk badan, sifat, dan lain-lain.
Menurut kalian ini cukup jadi alasan Vina untuk tidak melanjutkan ke hubungan pacaran kan? Tapi Vina nekat melanjutkan dengan alasan Yoga berani menikahi dia tahun depan, karena saat itu usia Vina sudah melewati target usia menikahnya. Jadi dia merasa dikejar target yang sebenarnya Vina sendiri yang menentukan, bukan lingkungan atau dunia. Bahkan teman-temannya sudah disuruh cepat nikah juga, dengan alasan usia. Beruntung teman-temanku yang lain tidak peduli soal angka hidup.
Mereka memutuskan pacaran. Beberapa kali bertemu Vina, kami mendapati matanya yang sembab. Ya, mereka bertengkar. Sebenarnya bertengkar dalam suatu hubungan adalah hal biasa, yang membuat tidak biasa intensitasnya. Beberapa kali kami ingatkan, apa kamu yakin akan menikahi Yoga? Jawaban Vina selalu yakin, tetapi ketika ditanya alasannya lagi-lagi karena hanya Yoga yang berani mengajaknya menikah dalam waktu 1 tahun.
Pernah satu waktu Vina mendapatkan bukti yang 80% akurat bahwa Yoga bukan pria setia. Namun alasan Yoga waktu itu berhasil membuat Vina percaya bahwa Yoga tidak seperti yang dipikirkan.
Latar belakang keluarga Yoga penuh masalah. Orang tuanya yang tidak harmonis dan kikir, saudaranya yang bercerai karena tidak mau menafkahi istrinya, serta saudara keduanya yang matre dan sinis. Secara finansial, Yoga bisa dikatakan berkecukupan, dia memiliki usaha sendiri dan sebuah rumah hasil jerih payahnya bekerja.
Latar belakang keluarga Vina, single parent karena ayahnya meninggal dunia. Ia anak yang berkecukupan dan dimanja. Tidak pernah bekerja semasa hidupnya, bahkan pekerjaan rumahpun tidak pernah dia lakukan. Kenapa dia tidak bekerja? Karena Vina merasa sudah dicukupi oleh ibunya, tidak pandai bergaul di lingkungan baru, serta beralasan ingin bebas tidak terikat waktu.
2 orang berlatar belakang berbeda ini memutuskan menikah. Mendekati pernikahan Vina terus memuji Yoga di depan kami. Jujur, kami saat itu ikut bahagia karena Yoga mendekati pernikahan tampak seperti menjadi pria idaman Vina selama ini. Seperti mau menafkahi sejumlah yang Vina minta, mengizinkan ibu Vina untuk tinggal bersama suatu hari nanti dan lainnya.
Namun semua itu perlahan mulai musnah sejak hari pernikahan tiba. Di hari pernikahan, kedua keluarga mulai ada gesekan-gesekan. Saudara perempuan Yoga yang membuat ulah di salon, merasa tersinggung karena make upnya di handle oleh asisten, bukan MUA utamanya. Padahal MUA utama tentu menghandle mempelai wanita. Hingga selesai acara pun, saudara pria Yoga yang menyuruh tim EO cepat-cepat memasukan sisa souvenir ke dalam mobil, sambil berkata "itu dibeli dengan uang keluargaku". Saat itu ibu Vina lewat, lalu berbicara kepada tim EO kira-kira seperti ini, "keluarkan, bagikan sisanya ke tamu-tamu, buat apa disimpan. Asal kamu tau, ini dibeli dengan uang saya, bukan keluargamu"
Lanjut, awal pernikahan Vina gak pernah cerita apapun ke saya, yang membuat saya dan teman lain berpikir mereka sudah hidup bahagia. Permasalahan awal datang ketika Vina mulai chat saya, bercerita perihal iparnya yang ikut campur rumah tangga mereka, mulai dari mengatur nafkah bulanan Vina, meminta sertifikat rumah Yoga ditahan keluarganya karena takut Vina gadaiakan. Awalnya saya merasa ya masih oke lah, seputar ipar dan mertua, general conflict.
Dan semakin berjalannya pernikahan, semakin terbuka Yoga pria seperti apa. Yoga tipe pria yang sangat patriaki dan pintar berkata. Ditambah Vina yang dibesarkan dengan cara dimanja, membuat rumah tangga mereka bagaikan neraka. Yoga mulai menuntut Vina untuk bekerja, dia mulai mengurangi nafkah Vina (bukan karena usahanya menurun). Lucunya dia tidak mau Vina bekerja yang penghasilannya diatas dia, serta menuntut uang hasil kerjanya diberikan ke suami untuk ditabung di rekening Yoga. Tentu saja Vina yang dibesarkan dengan berkecukupan dan tidak pernah dituntut apapun enggan bekerja.
Masalah berikutnya muncul, Yoga menjadi was-was dengan Vina, seolah Vina mau mencuri hartanya. Dompet bergeser Vina dituduh mencuri, tidak mengizinkan ibu Vina tinggal bersama, Vina dituntut tunduk dan menurut apapun keputusan Yoga, bahkan sesekali Vina membeli makanan seharga 15ribu dipinggir jalan pun bisa jadi bahan pertengkaran karena dianggap boros. Saat itu kami sudah mengingatkan, untuk menunda memiliki anak. Lagi dan lagi dia masih berpatokan dengan tuntutan umur.
Apa yang terjadi setelah memiliki anak? Apakah Yoga akan berubah? Tentu tidak. Hampir setiap hari pertengkaran masih terjadi. Vina yang dituduh menggelapkan uang Yoga dengan cara menaikan harga vaksin anak, melarang anak vaksin karena mahal, bahkan anak demam Yoga melarang Vina membawa ke RS dengan mobilnya, beralasan takut mobilnya lecet. Yoga menyuruh Vina naik becak bersama anaknya ke dokter.
Yang terbaru, Vina memergoki Yoga memiliki aplikasi hijau yang terkenal dengan reputasi negatifnya, serta following Tiktoknya yang berisi wanita-wanita seksi dengan pakaian lumayan terbuka. Mau tau tanggapan Yoga? "Kamu sengaja ya cari masalah sama aku? Sengaja biar berantem?" Padahal Vina hanya ingin Yoga minta maaf.
Itu masih sedikit konflik yang saya dengar dan ceritakan, belum semua dan detail-detailnya. Dari sini kita dapat belajar, bahwa janganlah menikah karena target umur atau tuntutan lingkungan. Fokuslah pada pengembangan diri, maka jodoh yang datang pun minimal akan setara dengan kita.
Ubahlah mindset bahwa wanita semakin berumur akan semakin susah mencari jodoh. Kenyataannya wanita maupun pria itu manusia, bukan barang. Menikah itu keputusan besar dalam hidup, maka harus memiliki persiapan mental dan finansial. Kenali pasangan kalian sungguh-sungguh.
Bila dalam pernikahan ada konflik kecil, itu lumrah, tapi masalah Vina dan Yoga bukan lagi konflik kecil, tapi seperti duri dalam tubuh. Terakhir dari saya, ketika kalian menikah kalian adalah satu tubuh. Seharusnya jika pasangan kalian sakit, kalian ikut sakit, jika pasangan bahagia kalianpun bahagia. Bukan lagi mementingkan ego, tapi mementingkan kebahagiaan masing-masing, hidup bersama hingga sang kuasa memanggil.
Gimana pendapat kalian mengenai Vina dan Yoga? Apa kalian pernah memiliki kisah yang sama? Bagaimana cara mengatasinya? Tolong tuliskan komen dibawah, untuk nanti bisa saya tunjukan ke Vina.