Stop Blame Your Self! Salah Satu Tips Memiliki Kepuasan Hidup
Semua orang pasti memiliki permasalahan dan kegagalan dalam hidup. Sebagai manusia dalam kehidupannya tidak patut menghakimi diri sediri. Sebab, hal ini dapat berdampak pada permasalahan psikologis seperti merasa stress, tertekan, kecemasan berlebih, dan perasaan negatif lainnya bahkan dapat membuat individu mengisolasi diri dari lingkungan sekitar, pada akhirnya memiliki dampak buruk yang dapat menyebabkan individu merasa tidak puas dengan kehidupannya.
Menurut Pavort & Diener (1993), menyatakan bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai dengan kegembiraan. Selain harus memiliki kesehatan fisik, seseorang haruslah memiliki kesehatan mental yang baik, guna menikmati pengalaman-pengalamannya. Terdapat beberapa hal yang menjadi penentu kepuasan hidup individu, diantaranya kesehatan, daya tarik fisik, otonomi, kesempatan berinteraksi dengan orang lain, jenis atau status kerja, pemilikikan material atau ekonomi dan keseimbangan antara harapan dan pencapaian (Hurlock, 2004). Salah satu hal yang dapat mempengaruhi kepuasan hidup yaitu salah satunya welas asih (Neff & Germer, 2013). Gambaran welas asih yaitu sikap yang baik terhadap diri sendiri yaitu dengan tidak mengkritik secara berlebihan tehadap kekurangan, kondisi, serta pengalaman pribadi diri sendiri (Neff, 2016).
Beberapa Aspek, Indikator, serta Faktor yang mempengaruhi Welas Asih, antara lain :
Aspek-Aspek dan Indikator
- Self-kindness : Peduli dan mendukung diri sendiri, bersikap toleran terhadap kekurangan yang dimiliki, dan menenangkan dan menghibur diri sendiri
- Common Humanity : Menyadari bahwa penderitaan adalah pengalaman hidup manusia yang wajar, menyadari bahwa setiap manusia memiliki kekurangan, dan tidak merasa sendirian saat mengalami kesulitan
- Mindfulness : Sadar penuh akan pikiran dan emosi negative, menerima kenyataan tanpa menghakimi, mengkritik, dan menghindar, dan mengakui secara penuh jika sedang menderita
Faktor
Menurut Neff (2003) :
- Jenis Kelamin
Perempuan cenderung memiliki welas asih yang rendah dibandingkan laki-laki. Sebab perempuan memiliki pemikiran yang lebih jauh penuh, lebih memikirkan kejadian negatif di masa lalu. Maka dari itu perempuan lebih cenderung depresi atau kecemasan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
- Budaya
Berdasarkan penelitian di Thailand, Taiwan, dan Amerika Serikat adanya perbedaan latar budaya menunjukkan perbedaan tingkat welas asih. Masyarakat di Asia yang budayanya collectivistic cenderung memiliki self concept independent yang artinya lebih menekankan pada hubungan orang lain. Sedangkan budaya barat lebih ke dalam individualistic memiliki self independent yang menekankan pada kemandirian. Karena welas asih menekankan pada common humanity dan keterkaitan dengan orang lain, maka welas asih lebih cocok pada budaya interdependent dibandingkan dengan independent. Hal tersebut menunjukan negara Asia lebih memiliki welas asih, karena memiliki budaya yang collectivist dan bergantung pada orang lain, namun masyarakat dengan budaya Asia lebih banyak mengkritik dirinya sendiri dibandingkan masyarakat dengan budaya barat. Sehingga welas asih budaya Asia tidak lebih tinggi dari budaya barat.
- Usia
Berdasarkan penelitian, berdasarkan tahapan perkembangan diketahui bahwa individu akan mencapai tingkat welas asih yang tinggi bila mencapai tahap integrity karena dapat menerima dirinya secara lebih positif.
- Kepribadian
Berdasarkan pengukuran NEO-FFI, ditemukan bahwa welas asih memiliki hubungan dengan dimensi-dimensi sesuai The Big Five Personality. Individu dengan agreeableness berorientasi pada sifat sosial sehingga dapat membantu bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat pengalaman negatif sebagai pengalaman yang dialami oleh semua manusia (Missilliana, 2014)
- Peran Orang tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dari orangtua yang sering mengkritik dirinya sendiri saat menghadapi kegagalan atau kesulitan akan menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal yang sama ketiga menghadapi kegagalan, hal ini menunjukkan tingkat welas asih yang rendah.
Individu dengan welas asih tinggi cenderung memahami bagaimana penderitaan, kegagalan, dan juga ketidakmampuan yang ada dalam dirinya, serta tidak menghindari maupun memutuskan diri dari penderitaan tersebut, lalu adanya keinginan untuk meringankan sebuah penderitaannya dan menganggapnya dengan wajar, sebab secara umum hal itu merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hal ini sangatlah berpengaruh terhadap kepuasan hidup individu. Apabila kepuasan hidup pada individu tinggi dapat membuat rasa percaya diri untuk kehidupannya yang lebih baik, memiliki pencapaian terpenting dalam hidup, serta tidak memiliki hasrat untuk mengubah kehidupannya (masa lalunya).
Referensi :
- Pavot, W., & Diener, E. (1993). Review of The Satisfaction With Life Scale. Psychological Assesment, 5(2), 164-172.
- Neff, K. D., & Germer, C. K. (2013). A pilot study and randomized controlled trial of the mindful self‐compassion program. Journal of clinical psychology, 69(1), 28-44.
- Neff, K. D. (2016). Does self-compassion entail reduced self-judgment, isolation, and over-identification? A response to Muris, Otgaar, and Petrocchi (2016). Mindfulness, 7(3), 791-797.
- Neff, K. D. (2003). Self Compassion “Stop Beating Yourself Up and Leave Insecurities Behind”. Texas : Harper Collins Publisher.