Perceraian Meningkat Pasca Lebaran, Berhubungan Dengan Kondisi Mental Pasangan

profile picture SherlyJuni
Kesehatan - Mental Health

Bukan hal yang mengkagetkan angka perceraian meningkat pasca momen lebaran. Cukup mengherankan, mengapa setelah momen “kembali fitri” banyak pasangan yang memutuskan untuk mengakhiri rumah tangga mereka .

Bahkan baru-baru ini diketahui selebriti Indonesia yang tidak disangka, berinisial DM dan NS mendaftarkan perceraian mereka ke pengadilan agama. Ternyata perceraian setelah hari raya idul fitri meningkat salah satunya disebabkan oleh karena mental pasangan. Kesehatan mental tidak hanya identik oleh gen Z, tetapi juga dialami oleh setiap manusia, termasuk pasangan yang telah menikah. 

perceraian setelah lebaran idul fitri. kesehatan mental bisa mempengaruhi perceraian

Permasalahan mental dalam pernikahan dapat timbul dari berbagai faktor, seperti ekonomi, lingkungan, keluarga, anak, bahkan orang ketiga. Dari data yang saya kumpulkan melalui berbagai media sosial, permasalahan mereka sebenarnya sudah dimulai sejak lama, hanya saja ditahan demi supaya bisa merayakan dan tidak merusak momen lebaran. Berikut ringkasan beberapa gangguan mental yang membuat pasangan menikah memutuskan untuk bercerai.

Gangguan Kecemasan

Gangguan ini membuat penderita merasa cemas terus-terusan, tentunya bukan tanpa alasan. Banyak faktor yang menyebabkan gangguan ini timbul, diantaranya sebagai berikut:

  • Tekanan lingkungan atau bahkan pasangan sendiri untuk mendapatkan keturunan dengan jenis kelamin tertentu, atau bahkan bagi yang belum memiliki keturunan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia masih memiliki pemikiran kuno, dimana pasangan menikah harus memiliki anak berjenis kelamin laki-laki, kalau menikah harus segera punya anak, tidak punya anak dianggap tabu dan memalukan.
  • Memori masa lalu yang belum diselesaikan. Tidak dapat dipungkiri, terkadang masa lalu membawa dampak bagi pernikahan. Semisal salah satu individu pernah mendapatkan pelecehan seksual pada masa lalunya, dan terkana gangguan kecemasan. Hal ini bisa berpengaruh pada hubungan seks pada pernikahan, seperti takut dan tidak nyaman melakukannya kepada pasangan sah, sehingga membuat tidak nyaman, dan bisa menjadi faktor perceraian.
  • Kecemasan dalam perubahan lingkungan yang mendadak. Mayoritas dari keluarga pasangan yang terlalu ikut campur masalah rumah tangga bisa menyebabkan hancurnya pernikahan. Salah satu individu merasa ditekan dan tidak bisa berekspresi. Contoh yang banyak dijumpai adalah keterlibatan keluarga pasangan akan masalah finansial, dan condongnya si anak menurut dan membela secara buta kepada keluarganya.

Intermittent Explosive Disorder

Merupakan gangguan mental dimana penderita mudah marah hingga meledak-ledak, bahkan hanya karena hal sepele. Bagaimana gangguan mental ini bekerja menghancurkan rumah tangga seseorang? Tentu siapa yang tahan serumah dengan orang yang mudah marah, belum lagi jika anak terkena sasaran. 

Kasusnya bisa seperti, marah hingga berteriak hanya karena

  • Tidak dibuatkan minuman atau makanan yang diinginkan
  • Waktu istirahatnya diusik sebentar
  • Dimintai tolong mengerjakan pekerjaan rumah oleh pasangan
  • Tidak dibelikan titipannya
  • Dll

Kasus seperti ini memang tidak mudah, maka dari itu banyak pasangan memilih untuk berpisah demi dirinya dan anak-anak.

Impulse Control Disorder

Gangguan mental ini mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa pikir panjang, tidak peduli dengan resiko atau efek negatif setelahnya. Dilansir dari Halo Doc, biasanya, tindakan impulsif muncul dari ketegangan yang telah terbangun di dalam diri seseorang, dan dia tidak dapat menolaknya. Setelah bertindak atas perilaku impulsif tersebut, maka muncul perasaan lega walaupun hanya dalam waktu yang sebentar. 

Contoh dalam kehidupan pernikahan yang sering dijumpai dapat memicu keretakan rumah tangga adalah

  • Judi online. Salah satu pihak memiliki keinginan melakukan judi online dengan pemikiran bisa mendapatkan uang secara instan. Banyak yang mengeluhkan hal ini, karena umumnya mereka secara diam-diam akan melakukan hutang ke rentenir, pinjaman online, bahkan memakai tabungan keluarga untuk berjudi. Pemikiran mereka harus cepat-cepat pasang terus supaya kerugian bisa kembali. Semakin rugi, bukan berhenti dan kapok, justru penderita akan mencari uang dengan cara apapun dengan pikiran “asal kembali modal, setelah itu akan kulunasi hutang-hutang lalu berhenti”. Nyatanya ini bisa menyebabkan perceraian.
  • KDRT, ya penderita gangguan ini berpotensi melakukan KDRT karena adanya emosi yang meledak-ledak, yang seolah harus segera dilakukan. Tidak sedikit pernikahan yang mengalami KDRT, tidak hanya pasangan, bahkan anak pun terkena dampaknya.
  • Komunikasi intim dengan lawan jenis selain pasangan sendiri. Penderita akan suka melakukan pembicaraan yang konteksnya intim dan hanya layak dilakukan dengan pasangan sah. Tidak jarang kejadian ini dianggap selingkuh oleh suami/istri.

Paranoid

Paranoid membuat penderita merasa tidak percaya, curiga, dan rasa takut berlebihan pada seseorang, bisa termasuk pasangan. Tentunya dicurigai terus-menerus, difitnah banyak hal oleh suami/istri dapat membuat tidak betah dalam menjalani pernikahan.

Bayangkan saja jika tidak mengangkat telepon, maka dicurigai sedang berselingkuh. Jika lembur kerja dicurigai pergi bersama lawan jenis lain. Bahkan ada yang sampai tidak mengizinkan pasangan memiliki rekan kerja lawan jenis hanya karena takut ditinggal. Ada pula yang berlebihan hingga pasangan dipinta untuk keluar pekerjaan hanya karena atasannya atau rekan kerjanya adalah lawan jenis.

Ternyata penyebab gangguan mental ini bisa dari kenangan di masa lalu, atau dari penggunaan obat-obatan terlarang.

Menekan Resiko Perceraian

Tentunya semua manusia ingin menikah sekali seumur hidup, atau sampai mau memisahkan, hidup bahagia dan damai sejahtera. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gangguan mental menjadi cobaan berat dalam pernikahan, bahkan membawanya keambang kehancuran. Lalu bagaimana agar terhindar dari perceraian yang disebabkan gangguan mental diatas?

  • Kenali pasangan sebelum menikah dengan baik. Bersikaplah realistis, jangan denial dengan pikiran “nanti kalau menikah aku bisa merubah dia”, atau “mungkin setelah ada anak dia akan berubah”. Masa pacaran atau taaruf bagi kaum muslim harus digunakan sebaik mungkin untuk mengenali sifat pasangan. Entah melihat sendiri atau hingga mencari tahu pelan-pelan.
  • Jangan sungkan untuk bertanya penghasilan, kontribusi keuangan dan kerjasama dalam berumah tangga Ketika sudah memutuskan untuk menikah. Tanya juga apakah kedepannya akan berumah tangga sendiri atau campur dengan orang tua atau mertua.
  • Buatlah kesepakatan bagaimana jika ada masalah dengan keluarga mertua, apa yang diharapkan pasangan nanti.
  • Tentukan tujuan pernikahan, tujuan pernikahan harus benar jika ingin awet. Misal jika tujuan pernikahan hanya untuk memiliki anak, jadi apakah pernikahan akan bubar semisal salah satu dari pasangan tidak bisa memberikan keturunan?
  • Pastikan bahwa dalam berumah tangga, keputusan hanya bisa dibuat berdasarkan hasil diskusi suami dan istri, atau anak bila perlu. Diluar itu hanya boleh dianggap sebagai nasehat, tapi tidak dapat dijadikan keputusan mutlak.
perceraian setelah lebaran idul fitri. kesehatan mental bisa mempengaruhi perceraian
  • Sadari bahwa gangguan mental itu ada, jangan denial dan menganggap remeh. Jika kalian menemukan adalah gangguan mental pada pasangan atau diri sendiri, namun memutuskan untuk terus melanjutkan hubungan, ayo bersama-sama mengobati gangguan mental tersebut. Sejatinya gangguan mental itu dapat disembuhkan dengan cara konsultasi atau berobat ke psikolog atau psikiater.
  • STOP berbicara bahwa gangguan mental disebabkan pasangan tidak tau bersyukur atau tidak dekat dengan Tuhan. Boleh dibimbing secara agama, namun imbangi dengan pengobatan medis agar seimbang.
  • Mengakui bahwa dalam pernikahan ada yang namanya pengorbanan. Tidak ada yang hanya menerima 100%. Contoh pengorbanan untuk memperpanjang usia pernikahan misalnya, suami/istri tidak suka dengan pelukan, namun pasangan suka dengan pelukan. Maka suami/istri harus belajar mengorbankan rasa tidak sukanya itu demi kebahagiaan pasangan. Begitupun sebaliknya, jika suami/istri sudah berkorban, maka pasangan tidak perlu memaksa meminta pelukan setiap detik, untuk menghindari rasa tidak nyaman yang timbul.

Semoga dengan semakin tingginya literasi dan minat baca masyarakat Indonesia, dapat mengurangi angka peceraian yang terutama terjadi setalah momen lebaran. Idul fitri, dengan slogan “kembali ke fitri” seharusnya diisi dengan kembali harmonisnya pasangan suami istri, seperti pada saat baru menikah.

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By SherlyJuni

This statement referred from