Tuhan adalah Sesuatu Di Luar Nalar
Manusia, hewan, tumbuhan, dan alam semesta mengapa semua itu ada? Mengapa alam terus menerus memberikan sebegitu banyaknya manfaat walau manusia selalu berkhianat? Banyak hal yang tidak bisa dijawab dengan akal dan pengetahuan. Banyak hal yang terjadi di luar nalar, di luar insting kita sebagai manusia. Mengapa yang seharusnya begini, yang terjadi malah begitu. Kita semua selalu terbelenggu dengan apa yang mau kita percaya, apa yang mau kita dengar, dan seluruh seharusnya yang menurut manusia harus jadi seharusnya bagi alam semesta. Sama halnya dengan eksistensi tuhan. Apakah tuhan itu ada?
Sebagai manusia, seringkali saya berpikir hal-hal kecil yang tidak terlalu penting. Contohnya, apakah semua respon dan perasaan saya adalah hasil dari tubuh saya sendiri? Tubuh manusia memang memiliki sistem saraf yang unik. Ketika didekatkan dengan benda panas, maka indra peraba akan mengantarkan respon ke otak, dan otak akan memberi perintah untuk menjauh. Namun, apakah otak memang sehebat itu? Otak memegang kuasa terhadap seluruh organ dan partikel di dalam tubuh kita. Tapi siapa yang memegang kuasa otak? Apakah paru-paru? Tidak. Bahkan kinerja paru-paru saja diurusi oleh otak.
Sebagai seorang organisator, saya sangat mengerti bahwa segala sesuatu harus diatur oleh seseorang yang cakap dalam bidangnya. Ada yang namanya alur birokrasi. Saya mulai menyangkut-pautkan dengan segala pertanyaan konyol di benak saya.
Mari ambil contoh, di atas walikota ada gubernur yang memegang kuasa terhadap provinsi, dan di atas gubernur ada presiden yang memegang kuasa suatu negara. Lalu setelah presiden siapa yang tertinggi?
Menurut teori, UUD 1945 memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Tapi mari kembali ke masa lalu, Undang-undang merupakan buatan tangan manusia. Manusia itu siapa yang memegang kuasanya? Apakah presiden?
Harus ada sesuatu yang bisa mengatur segalanya. Maka dari itu, harus ada sesuatu yang memiliki 'pangkat' lebih tinggi untuk mengatur bumi dan alam semesta ini bukan? Tentu tuhan adalah jawabannya.
Tapi jika tuhan memiliki 'pangkat' yang lebih tinggi, mengapa ia tidak menghapus semua kebingungan dan pemikiran konyol saya? Mengapa tuhan membiarkan saya memikirkan sesuatu yang meragukan-Nya?
Tuhan sangat besar. Tidak ada 'pangkat' yang lebih tinggi dari ia bukan? Faktanya, manusia bagaikan mikroorganisme dihadapan-Nya.
"Manusia terlalu kecil untuk bisa mengerti eksistensi tuhan yang besar," kata guru SMP saya, pak Dasep.
Benar juga. Semua pertanyaan konyol saya pasti ada jawabannya, sama halnya dengan semua masalah pasti ada solusinya. Maka semua pertanyaan pasti ada jawabannya. Namun akal saya sebagai manusia yang kecil ini tidak mampu menjawab semuanya.
Layaknya siswa Sekolah Dasar (SD) yang diberi soal Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka tentu tidak bisa menjawabnya (kecuali mereka memang memiliki kecerdasan diluar nalar) ilmu mereka belum sampai.
Mari garis bawahi kata di luar nalar. Semua yang melampaui akal sehat akan disebut di luar nalar. Eksistensi tuhan adalah sesuatu di luar nalar itu. Akal sehat manusia tidak akan mampu menggapainya.
Banyak orang berkata, "Untuk apa 'sih bertanya-tanya tentang tuhan? Ribet. Tinggal ikuti perintahnya dan jauhi larangannya saja. Simple."
Nyatanya, tidak sepraktis itu. Manusia diberi akal yang selalu bertanya-tanya, manusia haus akan pengetahuan baru. Pastinya hal di luar nalar itu menjadi bagian dari pertanyaan konyol manusia.
Namun, untuk apa selalu menanyakan sesuatu yang sudah jelas akal kita sebagai manusia tidak dapat menemukan jawabannya.
Maka jawaban dari seluruh pertanyaan konyol saya adalah, saya tidak tahu dan saya terima ketidaktahuan saya.
Manusia hanya percaya dengan apa yang mereka inginkan untuk dipercaya. Maka bila ada pertanyaan apakah tuhan itu ada? Jawabannya adalah tergantung dengan apa yang ingin anda percayai. Manusia sebegitu egoisnya, dan tuhan sebegitu pengasihnya.
Jika tuhan maha pengasih? Mengapa tuhan tidak memberikan akal yang tinggi untuk manusia? Sehingga manusia tidak akan bertanya-tanya tentang eksistensi tuhan.
Dengan akal yang sedangkal ini saja, banyak manusia sudah berani mempertanyakan eksistensi tuhan. Bagaimana bila manusia diberi akal yang teramat tinggi? Hal gila apa lagi yang akan manusia lakukan? Sungguh tak terbayang.
Manusia diberi akal yang memiliki batas, namun arogansi, ketamakan dan keserakahan manusia tak terbatas.
Dapat saya simpulkan, bahwa semua yang terjadi pada tubuh manusia, semua yang menimpa akal pikiran manusia, pasti ada alasan di baliknya. Di balik pemikiran saya konyol, pasti tuhan memiliki alasan tersendiri mengapa tidak menghapus pemikiran konyol ini.
Tuhan itu ada, tanpa alasan. Tuhan itu ada, namun arogansi manusia membuat berbagai kepercayaan. Tuhan akan tetap ada, tak peduli seberapa kokoh anda menolaknya.
Syafrida - 27 Februari 2023