Sisi Gelap Fandom: Meningkatnya Kultur Fans Toxic

profile picture Fatheyah
Humaniora - Sosial

Fandom adalah sebuah komunitas penggemar yang dibentuk oleh orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama dalam suatu bidang. Fandom biasanya terkait dengan dunia hiburan seperti musik, film, atau drama televisi. Keberadaan fandom dapat memberikan dampak positif bagi industri hiburan, seperti peningkatan popularitas suatu produk dan pertumbuhan penggemar yang semakin besar.

Namun, keberadaan fandom juga dapat menimbulkan sisi gelap, yaitu meningkatnya kultur fans toxic. Fenomena ini terjadi ketika sekelompok fans melakukan tindakan yang merugikan atau bahkan membahayakan orang lain, terutama terhadap selebriti atau public figure yang menjadi idola mereka. Perilaku toxic ini dapat berupa penghinaan, pelecehan, intimidasi, dan bahkan ancaman pembunuhan.

Salah satu contoh kultur fans toxic yang pernah terjadi adalah saat selebriti Korea, Sulli, bunuh diri pada tahun 2019 setelah mengalami bullying secara online. Sulli sering mendapat komentar negatif dan pelecehan dari netizen yang merasa tidak suka dengan perilakunya yang dianggap terlalu bebas dan tidak sopan. Kematian Sulli menjadi pukulan keras bagi industri hiburan Korea dan mengundang perhatian dunia internasional tentang bahaya kultur fans toxic.

Kultur fans toxic tidak hanya terjadi di Korea, namun juga di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Saat ini, fenomena ini semakin meresahkan karena perkembangan teknologi dan media sosial memudahkan fans toxic untuk menyebarluaskan ujaran kebencian mereka dengan cepat dan luas. Tindakan fans toxic dapat membuat korban merasa terancam, kehilangan privasi, dan mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

Tidak hanya fans individu, beberapa fandom juga melakukan aksi toxic secara kolektif, seperti fanwar. Fanwar terjadi ketika fandom yang berbeda memiliki perbedaan pendapat atau ketidakcocokan dan saling serang secara online. Akibatnya, tidak hanya selebriti atau public figure yang menjadi korban, namun juga fans yang menjadi sasaran serangan karena berbeda pendapat.

Kultur fans toxic bukanlah fenomena baru. Sejak lama, orang telah mengenal adanya fans yang melakukan tindakan merugikan, baik terhadap selebriti maupun fans lain. Namun, fenomena ini semakin memprihatinkan karena semakin banyak fans yang terlibat dan dampaknya semakin besar.

Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya kultur fans toxic antara lain adalah adanya ketidakpuasan terhadap perilaku atau keputusan yang dibuat oleh selebriti, rasa cemburu terhadap selebriti atau fans lain, keinginan untuk menunjukkan loyalitas atau dukungan terhadap idola, dan adanya lingkungan online yang memudahkan fans toxic untuk menyebarkan ujaran kebencian tanpa takut terkena sanksi.

Untuk mengatasi fenomena kultur fans toxic, dibutuhkan peran aktif dari berbagai pihak, baik itu industri hiburan, media sosial, maupun penggemar itu sendiri. Pertama-tama, industri hiburan harus memastikan bahwa selebriti dan public figure yang menjadi idola para penggemar dilindungi dari tindakan fans toxic. Industri hiburan harus memiliki aturan yang jelas tentang perlindungan privasi dan keamanan selebriti, serta memberikan sanksi tegas kepada fans yang melakukan tindakan merugikan. Selain itu, media sosial juga harus bertanggung jawab atas dampak negatif yang terjadi akibat penggunaannya. Media sosial harus memperketat aturan terkait konten yang mengandung kebencian dan merugikan orang lain. Selain itu, media sosial juga harus memperkuat mekanisme pelaporan dan tindakan yang cepat dan tegas terhadap akun yang melakukan tindakan toxic.

Sedangkan bagi penggemar, peran aktif dapat dilakukan dengan tidak terlibat dalam aksi toxic, seperti membagikan komentar atau meme yang merendahkan atau menghina orang lain. Para penggemar juga dapat membantu mengedukasi sesama penggemar lainnya tentang bahaya kultur fans toxic dan mendorong mereka untuk berperilaku dengan baik dan menjaga sikap yang sehat dalam menggemari selebriti atau produk hiburan.

Terakhir, pemerintah juga dapat berperan dalam menangani fenomena kultur fans toxic dengan membuat regulasi atau undang-undang yang menetapkan sanksi bagi para pelaku tindakan toxic. Selain itu, pemerintah juga dapat melibatkan berbagai pihak, seperti LSM dan organisasi masyarakat, dalam upaya pencegahan dan penanganan fenomena ini.

Dalam mengatasi fenomena kultur fans toxic, dibutuhkan kerja sama dan komitmen dari berbagai pihak. Penting bagi semua pihak untuk memahami bahaya dan dampak negatif dari kultur fans toxic, serta melakukan tindakan nyata untuk mencegah dan menangani fenomena ini. Dengan melakukan tindakan nyata, diharapkan fenomena kultur fans toxic dapat diatasi dan tidak lagi merugikan orang lain maupun industri hiburan.

5 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
5
0
profile picture

Written By Fatheyah

This statement referred from