Pertumpahan darah dalam kisah Manusia, Pertanda Kejahatan Tidak Lenyap, sekaligus Pertanyaan akan eksistensi Tuhan

profile picture LiaMelankolia
Humaniora - Sosial

Seorang pemuda di tengah kerumunan yang mulanya berbicara tentang keadaan struktur sosial, tiba-tiba mempertanyakan keberadaan Tuhan atas nasib malang yang menimpa para umat-Nya. Nasib kaum miskin yang tidak berkesudahan atas lingkaran kemiskinan yang terus menghantui, karena kemiskinan yang terjalin secara struktural.

Katanya, "coba pertanyakan kembali definisi Tuhan yang telah dipelajari sedari kecil itu dengan ketika sekarang yang sudah dewasa. Contoh kecilnya, ketika baru bangun tidur dan akan kembali tidur. Tanyakan kembali keberadaan Tuhan itu ada dimana ke diri sendiri. "

Mendengar pernyataan ini memang terkesan murtad, tentunya sangat bertolak-belakang dengan apa yang didengar dan dipelajari sedari kecil yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Bisa-bisa, didamprat orang-orang di rumah.

Bukankah tidak sepatutnya, menyalahkan nasib  teraniaya yang terus-terusan itu untuk menyalahkan kontribusi Tuhan kepada nasib para umat-Nya. Seakan-akan, Tuhan tidak berperan dan membiarkan umatnya mengalami kejahatan yang tidak berkesudahan?

Tapi, entah kenapa, semakin tidak suka dengan pernyataan ini malah semakin menjadi-jadi untuk tidak kepikiran mengenai pernyataan ini. Pikiran semakin berkontemplasi mempertautkan satu kejadian dengan kejadian yang lain.

Mungkin bisa juga akan mengarah ke dalam faham agnostisisme ataupun lebih parahnya lagi menuju ateisme. Namun, ternyata pernyataan ini bisa juga mengarah untuk menggerakan dialektika dalam diri manusia.

Dikutip dari National Geographic Indonesia, filsuf terkenal Bertrand Russell membuat pernyataan untuk menentang keadilan Tuhan. Ia berkeyakinan kalau Tuhan tidak meletakkan keadilan pada makhluknya, dimana si baik bisa saja menderita, dan si jahat akan hidup bahagia.

Kemudian jika ingin menelisik secara singkat  mengenai kisah perjalanan manusia, bisa mencermati karya Yuval Noah Harari, Sapiens.  Selebritas Indonesia seperti Maudy Ayunda dan Ariel Noah tertarik dengan "karya Sapiens" ini. Kita para netijen yang mengidolakan mereka, auto jadi penasaran dong dengan isi dari karya Harari ini.

Menurut Maudy Ayunda dan Ariel Noah, karya ini merupakan angin segar sebagai referensi singkat bahwa umat manusia telah mengalami beberapa babak zaman.

Dikutip dari Sapiens karya Harari, yang menceritakan kelakuan para manusia. Betapa menduanya sikap orang-orang yang melakukan ekspedisi barat ke dunia timur itu. Para Petualang barat itu tidak asing di telinga kita sebagai orang Indonesia salah satunya Belanda. Masyarakat Indonesia umumnya menyebut Belanda dengan sebutan "kompeni".

Para kompeni termasuk orang-orang yang rajin melakukan kebaktian di tempat ibadah, rajin menyantuni anak yatim dan membangunan infrastruktur di negara asalnya. Bisa dikatakan, mereka dimahsyurkan sebagai orang yang mengabdi kepada bangsanya.

Namun ternyata di belahan bumi yang lain, mereka melakukan perbudakan. Tentunya terhadap Indonesia juga terdapat perbudakan meskipun hanya beberapa saja tidak semuanya dan kekerasan militer yang menumpahkan darah. Tak ayal sama halnya dengan bangsa barat lain di benua Amerika, yang tidak jarang pula melakukan pemusnahan terhadap kebudayaan asli masyarakat.

Bukankah peristiwa-peristiwa semacam itu terulang kembali di zaman modern ini. Seperti, konflik agraria yang sering juga mengusir masyarakat untuk berjalannya roda perekonomian. Intimidasi pun sudah menjadi makanan sehari-hari yang terjadi menjadi lempar batu sembunyi tangan. Sebenarnya memang, setiap usaha pasti ada resiko dan ampas yang dihasilkan. Namun meminggirkan kemanusiaan? Disinilah capital bertubrukan dan saling memunggungi kemanusiaan.

Jika sudah diperingatkan berkali-kali dan masih merasa denial, itu bukankah sudah melakukan tindakan kejahatan. Selain masyarakat, kehancuran biodiversitas alam juga tidak main-main dan tidak bisa dianggap remeh. Bukankah mereka yang terintimidasi juga selalu berdo'a, agar ada titik pencerahan untuk menyelesaikan persoalan seperti apa yang mereka harapkan dan tidak lupa untuk berikhtiar sekuat tenaga.

Belum lagi suara-suara sumbang korban-korban kekerasan di masa lalu. Begitu memilukan, kisah manusia yang tidak happy ending dalam cerita di kehidupan. Dari mulai kesulitan mendapatkan pekerjaan sampai berimbas terhadap anak cucu mereka. Cerita hidup yang tidak diinginkan oleh siapa pun yang mengalami problem ini.

Mereka juga berdo'a kepada Tuhannya masing-masing, tapi apakah do'a mereka tidak diijabah? sampai berlarut-larut hingga akhirnya usia sudah menggrogorti badan dan ajal sudah di depan mata.

Jika dilihat dari kasus ini, betul juga pernyataan Bertrand Russel bahwa ia mempertanyakan keadilan Tuhan, "dimana si baik bisa saja menderita, dan si jahat akan hidup bahagia. "

Kejahatan-kejahatan ini seperti kaca yang terbalik dari harapan-harapan yang diinginkan para Umat-Nya. Mengapa Tuhan tidak menghentikan kejahatan di atas muka bumi ini, sehingga hidup umat-Nya aman dan sentosa?

Bukankah tanpa kejahatan bisa membuat hidup damai bagi umat-Nya atau setidaknya ada happy ending di akhir usaha yang mengeluarkan segala pengorbanan seperti dalam cerita-cerita yang direka. Apakah Tuhan hanya sekedar memantau saja dalam rumah kaca?


Referensi

Harari, Yuval Noah. 2017, 10 September. Sapiens: Riwayat Singkat Umat Manusia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

National Geographic Indonesia. 2021, 19 Oktober. Pergulatan Filsuf Bertrand Russell Atas Kritiknya Terhadap Tuhan. https://nationalgeographic.grid.id/amp/132882015/pergulatan-filsuf-bertrand-russell-atas-kritiknya-terhadap-tuhan?page=2  

Tempo. Pemerintah Mengakui 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. 2023, 11 Januari. https://nasional.tempo.co/read/1678229/pemerintah-mengakui-12-kasus-pelanggaran-ham-berat-masa-lalu

0 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
0
0
profile picture

Written By LiaMelankolia

This statement referred from