Pentingkah Memahami Eksistensi Tuhan?
Apakah Tuhan benar adanya? Apa buktinya? Bagaimana wujudnya? Bagaimana merasakan eksistensi Tuhan?
Sering kali dalam benak kita timbul pertanyaan seputar itu. Eksistensi Tuhan dapat diartikan banyak hal, tergantung masing-masing individu. Eksistensi Tuhan seperti Tuhan yang kamu yakini itu seperti apa yakni tuhan yang Maha Esa, maha segalanya, atau Tuhan itu Kawan yang Agung, atau sebagainya.
Oleh sebab itu untuk mengetahui eksistensi Tuhan kita membutuhkan mata hati dan akal yang jernih. Walaupun, memiliki batas, setidaknya jangkauannya lebih luas daripada mata kepala.
Jika, benar Tuhan ada, apa buktinya? Contoh diri kita terdiri atas triliun sel, banyak organ yang rumit, dan peredaran, serta yang lainnya lebih kompleks. Semua hal itu terbentuk oleh satu atom. Namun, apakah yang membuat organ mata itu atom? Ketika atom saja tidak bisa melihat. Ataukah yang membuat organ telinga itu atom? Padahal atom tidak bisa mendengar. Ataukah yang membuat indra pengecap ini atom pula? Sedangkan atom saja tidak merasakan.
Hal itu lah yang menjadi contoh sederhana. Lalu siapa yang menciptakan? Bukankah sederhana saja? Tuhan. Dia yang hadir sebelum kita lahir, menciptakan kita, membuat alam semesta seisinya, dan mengatur semua yang ada di jagat raya.
Jika, benar Tuhan ada mengapa kita seringkali masih melihat banyak perbuatan buruk di dunia? Mengapa kita masih sering kesulitan, padahal Tuhan melihat kita?
Pertama, Tuhan sama sekali tidak terlibat dalam segala kejadian buruk yang menimpa manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya untuk memilih yang baik dan buruk. Hal itu lah mengapa masih ada keburukan dalam dunia ini. Itu semua karena individu itu sendiri yang memilih jalan itu.
Kedua, hidup tidak melulu soal kebahagiaan, 'kan? Satu hal yang menarik, keberadaan Tuhan sering kali tidak dipertanyakan ketika manusia berada dalam situasi yang membahagiakan. Tapi, mengapa ketika dalam kesempitan justru ditanya terus? Masalah ada untuk menguji hamba-Nya dan menjadikan orang-orang sabar.
Tugas kita adalah tak henti-hentinya meminta/berdo'a kepada Allah. Bukan malah melenceng ke keburukan. Yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan doa hambanya, karena Tuhan terganti spekulasi hamba-Nya. Setelah itu kita harus bersyukur kepada Tuhan.
Lalu bagaimana wujud Tuhan? Berdasarkan paham Mu’tazilah, Tuhan adalah Immateri sehingga tidak dapat dilihat. Sedangkan Asy’ariyah beranggapan bahwa di akhirat Tuhan dapat dilihat seperti kita melihat. Hingga saat ini kita semua juga tau bahwa Allah SWT. tidak
bisa dilihat di dunia dengan mata kepala.
Seperti contohnya oksigen. Bagaimana bentuk oksigen? Lonjong? Bundar? Persegi? Tidak ada yang tahu, 'kan? Namun, hanya karena hal itu tidak dapat dilihat mata dan tidak dirasakan langsung bukan berarti tidak ada. Kita dapat bernapas itu saja sudah bukti bahwa oksigen ada walaupun tidak diketahui wujudnya.
Setelah itu bagaimana kita merasakan eksistensi Tuhan? Yaitu melalui Tasawuf. Dalam Tasawuf terdapat Syariah, Thariqah, dan Haqiqah. Syariah adalah landasan tasawuf, Thariqah adalah jalan menuju hakikat, sedangkan hakikat adalah kebenaran sejati.
Ketika kita sudah mencapai tahap hakikat, kita akan paham, "Oh, ternyata Tuhan itu Maha segala-galanya, dll". Hal ini lah yang akan menuntun kita pada Ihsan dan nantinya dapat merasakan eksistensi Tuhan.
Jadi, kita dapat merasakan eksistensi Tuhan diukur dari seberapa dekat kita dengan Tuhan. Semakin kuat Iman dan Ihsan kita, maka akan dapat merasakan eksistensi Tuhan secara kuat pula. Pun begitu sebaliknya, ketika kita saja jauh dari Tuhan. Bagaimana Tuhan ingin hadir pada kita? Memahami eksistensi Tuhan sama dengan memahami, mengakui, dan mencintai Tuhan.