Menilik Esksistensi Tuhan: “Apakah kamu percaya robot?”

profile picture Moochauri
Humaniora - Sosial

Kepercayaan manusia akan adanya energi ataupun kekuatan lain yang mengatur alam semesta sudah berlangsung saat dunia memasuki zaman Neolithikum (Batu Baru). Pada saat itu, kepercayaan muncul sebagai cara manusia purba untuk mencoba memperoleh pertolongan dari roh leluhur mereka atau animisme. Selain dari roh leluhur, manusia purba juga ada yang percaya bahwa terdapat energi magis didalam tempat maupun benda tertentu sehingga benda atau tempat tersebut bisa memberi mereka pertolongan dalam menjalani kehidupan. Kepercayaan inilah yang biasa disebut dengan dinamisme. Hal ini pun terus berkembang hingga manusia mulai membuat bangunan pemujaan pada masa megalithikum, kemudian berlanjut hingga munculnya ajaran keagamaan yang datang dan berkembang seiring adanya hubungan luar negeri antarnegara. 

Kepercayaan akan adanya Tuhan dalam sebuah ajaran agama terus berkembang seiring dengan meningkatnya kemampuan manusia dalam berpikir kritis dan bersosialisasi. Sebut saja perkembangan kepercayaan dan agama di Indonesia. Mulai dari munculnya agama Hindu-Buddha, lalu kolonialisme yang membawa ajaran Nasrani atau agama Kristen, kemudian munculnya penyebaran agama Islam hingga pengakuan agama Konghucu yang menjadikan Indonesia memiliki total enam agama yang diakui serta berbagai kepercayaan lain yang ada di masyarakat. Namun, seiring perkembangan zaman ada juga kaum yang merasa keberadaan Tuhan itu adalah fiksi. Layaknya karangan manusia purba akan ketidaktahuan mereka atas kejadian yang sebenarnya bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Seperti bintang jatuh yang sering dianggap mengandung kekuatan supranatural sehingga banyak orang akan memanjatkan permohonan saat hal ini terjadi, padahal secara sains peristiwa ini merupakan reaksi yang terjadi saat batuan luar angkasa jatuh akibat adanya gravitasi kemudian batuan tersebut terbakar saat bersentuhan dengan atmosfer bumi. 

Selain hal supranatural, terdapat juga kepercayaan akan adanya sihir pada manusia terdahulu seperti orang yang mengidap Albinisme (atau lebih akrab disebut albino) bisa menyembuhkan penyakit atau memiliki kekuatan sihir. Hal ini pun akhirnya terbantah oleh perkembangan ilmu genetika yang menyebutkan bahwa albinisme merupakan kondisi seseorang yang mengalami kekurangan pigmen melanin (pigmen pemberi warna pada mata, kulit, dan rambut). Akibat dari adanya peristiwa “aneh” yang kemudian bisa dijelaskan melalui ilmu pengetahuan, memunculkan anggapan bagi beberapa golongan orang bahwa Tuhan itu tidak ada, terlebih yang menjadi pertanyaan besar bagi para penganut ateisme adalah bagaimana kita bisa mempercayai adanya Tuhan tanpa bisa melihat sosoknya secara fisik. 

Oleh sebab itu, munculnya ateisme ini merupakan sebuah respons manusia akibat perkembangan kemampuan berpikir logisnya dan juga kurangnya bukti secara ilmiah yang menyatakan Tuhan memang ada (bukan hal gaib yang tidak kasat mata). Selain itu, banyak juga manusia yang berpendapat bahwa kejadian munculnya semesta adalah akibat adanya peristiwa metafisika yang membentuk rantai kehidupan hingga saat ini, sehingga setelah manusia mati, proses tersebut juga berhenti. Jadi para penganut ateisme atau biasanya disebut ateis berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian. Namun, ada satu teori  yang bisa menyanggah hal tersebut, yaitu “Apakah mereka percaya akan adanya robot?” Robot yang merupakan buah hasil pekerjaan manusia, berwujud serangkaian perangkat yang dirancang bisa melakukan sebuah pekerjaan secara otomatis. Akan tetapi, apakah robot bisa sepenuhnya melakukan fungsi tanpa adanya campur tangan manusia? Jawabannya tentu saja tidak. Secanggih apa pun robot atau mesin, pasti butuh manusia untuk melaksanakan beberapa tugas, antara lain memonitor kinerja sistem di dalam robot agar berjalan sesuai rancangan, melakukan perawatan atau maintenance secara berkala, dan menjadi pihak yang bisa membantu untuk penilaian kinerja robot, seperti apakah robot perlu ditingkatkan atau disingkirkan.

Hal ini memiliki keterkaitan dengan keyakinan akan adanya Tuhan, sebagai contoh alam semesta ini begitu luas, maka pasti ada sesuatu (dalam hal ini Tuhan) yang mengatur gerak antar planet dan orbit, serta matahari yang menjadi pusat galaksi Andromeda. Selanjutnya, dalam menjawab persoalan manusia yang dipanjatkan melalui doa, Tuhan hadir sebagai pihak yang melakukan pertolongan seperti memberi peringatan atas perbuatan manusia yang merusak, contohnya bencana alam banjir yang diakibatkan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Dalam hal memberi solusi, Tuhan akan menampakkan jawaban atas masalah kita dengan memberikan kita fokus pada detail yang luput dari perhatian kita maupun perasaan untuk terus berjuang. Yang terakhir, fungsi ketiga manusia dalam kinerja robot sangat mirip dengan peristiwa kehidupan setelah kematian. Pada saat manusia telah meninggal, maka Tuhan akan melakukan rekapitulasi atas amal baik dan buruk manusia selama hidupnya, sehingga bisa memutuskan manusia akan masuk surga atau neraka.

Jika menilik lebih jauh lagi, bukti empiris adanya Tuhan dapat diambil dari beberapa kejadian yang sulit bahkan tidak bisa dijelaskan melalui ilmu pengetahuan. Sebagai contoh adanya efek Plasebo atau efek yang menyebabkan seseorang mempercayai kondisi tubuhnya sehat dengan cara memberi keyakinan penuh dan afirmasi positif pada diri sendiri. Ada juga pengaruh negatif dari perasaan pesimis yang mampu memperparah kondisi orang yang sedang sakit. Hal ini sampai saat ini belum bisa dijelaskan melalui ilmu kesehatan. Bukti kedua adanya Tuhan adalah munculnya intuisi dalam diri manusia. Perasaan mampu menilai kejadian yang belum terjadi menggunakan intuisi, hingga nantinya kejadian tersebut benar terjadi sesuai dengan intuisi seseorang sampai saat ini masih diperdebatkan bukti ilmiahnya. Dari kedua hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia terdapat pihak lain yang mengatur hidup manusia, memberikan perasaan, dan penyembuhan, serta solusi untuk manusia agar bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Dari pembahasan mengenai eksistensi Tuhan di atas penulis mencoba menarik minat pembaca untuk berpikir kritis tentang hal tersebut. Keberadaan Tuhan yang selama ini masih diperdebatkan (terutama oleh para penganut Ateisme) sangat perlu diberikan alasan yang konkret untuk membuktikan bahwa Tuhan memang nyata. Selain itu, pembahasan di atas juga dikaitkan dengan keyakinan manusia akan robot yang belakangan ini semakin pesat dan masif. Terakhir, untuk membuktikan keberadaan Tuhan kita tidak memerlukan kemampuan manusia melihat sosok fisik dari Tuhan, sama halnya dengan saat kita melihat sebuah robot, bukankah tanpa melihat penciptanya kita sudah mengetahui bahwa ada seseorang di balik terciptanya robot tersebut.

Referensi:

Anggara, D. (2020, May 20). Dulu Dianggap Sihir, Kini 5 Fenomena Ini Dapat Dijelaskan oleh Sains. Idntimes.Com. https://www.idntimes.com/science/discovery/dahli-anggara/dulu-dianggap-sihir-kini-fenomena-ini-dapat-dijelaskan-oleh-sains-c1c2?page=all

Prabowo, G., & Gischa, S. (2020, November 10). Sistem Kepercayaan Manusia Purba Masa Praaksara. Kompas.Com. https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/10/160201469/sistem-kepercayaan-manusia-purba-masa-praaksara?page=all#:~:text=Berdasarkan bukti-bukti peninggalannya%2C manusia,zaman Neolithikum (Batu Baru).

Putri, E. A. (2021). Apa Itu Atheis dan Atheisme? Mengenal Pandangan Ketidakpercayaan akan Adanya Tuhan. Pikiran-Rakyat.Com. https://www.pikiran-rakyat.com/khazanah-islam/pr-012520230/apa-itu-atheis-dan-atheisme-mengenal-pandangan-ketidakpercayaan-akan-adanya-tuhan

Universitas Bangka Belitung. (n.d.). 10 Fenomena yang Tak Dapat Dijelaskan oleh Sains. Ubb.Ac.Id. Retrieved February 26, 2023, from https://www.ubb.ac.id/index.php?page=artikel_ubb&&id=114&judul=10 Fenomena yang Tak Dapat Dijelaskan oleh Sains

1 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
1
0
profile picture

Written By Moochauri

This statement referred from