Fanatisme dalam Jendela Psikologis: Multidimensional Fenomena Fandom
Berbicara tentang fanatisme, mungkin tidak terlepas dari pandangan sosial. Fanatisme dijabarkan sebagai suatu semangat maupun kesetiaan yang berlebihan namun irasional pada keyakinan tertentu (Fanaticism, APA Dictionary of Psychology). Sering sekali terdengar bahwa fanatisme ini dapat menimbulkan dampak buruk seperti, seseorang akan menjadi terobsesi dengan kehidupan idol nya dan kemudian ia akan meniru kehidupan idol tersebut.
Ada sebuah konsep yaitu celebrity worship, yang didefiniskan sebagai suatu perilaku obsesif adiktif atau bahasa sederhananya adalah kecanduan dan memiliki obsesi yang tinggi terhadap sosok selebriti tersebut. Kemudian muncul pertanyaan yang membahas mengenai, bagaimana fanatisme ini dapat mempengaruhi kondisi psikologi seseorang? Apakah dengan mengidolakan artis selebriti seperti, fandom K-pop, pemain sepak bola atau klub bola, dan para artis lainnya baik berupa group band maupun yang berkecimpung di dunia FTV akan selalu memberikan dampak psikologis yang negatif saja? Jawabannya tidak sesederhana itu dapat disimpulkan.
Seseorang yang mengidolakan artis idola pada umumnya juga memiliki self control terhadap dirinya masing-masing. Maka dari itu ada beberapa orang yang mengatakan rela mati demi idolanya, rela bertengkar antar fans bahkan antar fandom yang saling sering melontarkan kritikan sengit, dan yang lebih parahnya lagi bisa saling serang-menyerang. Namun, disisi lainnya ada beberapa orang yang menjadi termotivasi atau bahkan terinspirasi dari sosok yang mereka idolakan tersebut. Banyak sekali kisah inspiratif fandom seperti, menjadi semangat belajar agar bisa menempuh Pendidikan di negara para idol yang mereka idolakan, kemudian seseorang yang bangkit dari rasa sedih dan keterpurukannya karena adanya sebuah konten motivasi yang disampaikan para idol mereka sehingga seseorang tersebut dapat bangkit Kembali, dan ada pula yang merasa terhibur hingga tertawa lepas ketika menonton konten yang dibuat para idol tentang kesehariannya sehingga dapat menurunkan tingkat stress maupun depresi yang terjadi dari berbagai faktor mereka alami.
Bergabung dalam sebuah obrolan bersama rekan-rekan yang tergabung disebuah fandom, ada beberapa faktor seseorang memiliki sikap fanatik adalah pelampiasan individu untuk melupakan seseorang yang awalnya ia cintai kemudian menyakitinya dan dari hal itulah seseorang akan menjadikan idola mereka sebagai sosok pasangan hidup idaman sehingga mengakibatkan pertengkaran sesama fans karena saling memperebutkan, padahal hal ini dapat mengakibatkan gejala delusi dan halusinasi yang berpotensi bunuh diri apabila idol yang mereka idamkan tersebut meninggal atau melakukan tindakan yang ternyata tidak sesuai ekspetasi mereka. Kemudian seseorang yang merasa kesepian, sehingga meanggap bahwa hanya para idol merekalah yang dapat menjadi pelipur lara dikala sedih maupun memiliki banyak masalah, sehingga ketika para idol ini berhenti dari dunia selebriti ataupun meninggal dunia, maka para penggemar nya merasa sangat kesepian. Adanya stimulasi yang membuat kekecewaan sehingga melahirkan frustasi, kemudian frustasi melahirkan agresi temasuk melukai diri sendiri, gejala ini yang memiliki potensi bunuh diri karena gangguan kesehatan mental yang sudah sampai tahapan klinis (Dr. Hadi Suyono S.Psi., M.Si).
Lalu, bagaimana fandom ini ternyata dapat melahirkan energi positif? Dalam jendela psikologi sosial, seseorang yang memiliki minat yang sama akan cenderung saling memberikan support serta motivasi yang nantinya akan tercipta kerukunan dan dapat memberikan dukungan sosial sehingga menciptakan kepercayaan diri. Manusia yang merupakan makhluk sosial, tentu membutuhkan manusia lain serta dukungan lingkungan yang dapat membentuk karakter dirinya sehingga adanya korelasi fandom, dapat menyebabkan seseorang memilki mental yang sehat karena mempunyai kumpulan yang sefrekuensi tentunya akan terasa menyenangkan jika adanya rasa suka dan minat yang sama. Hal ini dapat membawa mereka yang sama-sama terinspirasi terhadap sosok idolnya untuk menciptakan emosi positif dalam dirinya, apabila idol tersebut mencerminkan sikap yang energik, penuh semangat, cerdas, dan memiliki prestasi yang gemilang tentunya dapat menjadi motivasi bagi para fans nya agar lebih semangat belajar lagi, atau bahkan melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan seperti yang dilakukan oleh idol mereka, sehingga hal ini dapat menjadi support system bagi mereka untuk melakukan kegiatan yang positif serta bermanfaat.
Sedikit cerita dari teman-teman yang merupakan K-popers seperti ARMY, BLINK dan masih banyak lagi. Mereka memiliki cita-cita dan membangun semangat nya untuk bisa menuntut ilmu di negara-negara para idol mereka. Tentu ini merupakan hal yang positif bukan? Bahkan, ARMY Indonesia berkesempatan untuk kuliah di Korea Advanced Institut of Science and Technology (KAIST) menggunakan jalur beasiswa BTS yang berkerjasama dengan LPDP (Laman berita kompas.com, 2021).
Dari secara keseluruhan kita dapat menarik kesimpulan bahwa hal ini bersifat relatif, karena setiap fandom dan fans memilki self control masing-masing. Baik maupun buruknya sudah dapat ditentukan oleh pribadi tersebut, apakah ingin memberi manfaat atau tidaknya itu sudah menjadi pilihan masing-masing. Kita boleh mengidolakan sesuatu, tetapi jangan sampai lupa dengan diri sendiri dan juga lingkungan sekitar. Mengingat kita sebagai manusia adalah makhluk sosial, maka perseteruan antar fandom merupakan hal yang berdampak buruk bagi kehidupan sosial kita. Maka dari itulah, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Sebagai fandom, kita sebaiknya memberikan manfaat bagi diri kita dan juga orang lain. Baik atau buruknya dimata publik, tergantung bagaimana cara fandom tersebut membawa pengaruh baik secara emosional maupun mental.
Sumber
https://dictionary.apa.org/fanaticism
Diskusi langsung bersama dosen saya, Bapak Dr. Hadi Suyono S.Psi., M.Si, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.