“DZULHIJJAH” Bulan Haji, Bulan Berkurban dan Bulan Akeh Mantenan
- Bulan Dzulhijjah, istimewa karena ibadah kurban, haji dan akeh mantenan bisa barengan. Kok bisa??
Dzulhijjah adalah salah satu bulan di antara 12 bulan lain dalam kalender Islam. Pada bulan ini terdapat keistimewaan amal ibadah yang dikhususkan dilakukan pada bulan ini saja sesuai dengan syariat Islam yaitu Haji dan Berkurban. Lebih dari sekedar itu, ada sebuah momen yang mungkin bisa menjadi pengeling-eling bahwa bulan Dzulhijjah atau sasi besar sebutan orang jawa pada bulan ini “akeh mantenan”.
Menjadi tradisi dan budaya orang jawa khususnya, bahwa ketika seseorang “mantenan atau ngentas pitulus” (menikahkan) anaknya, tidak sembarang kalir memilih hari kapan pernikahan itu akan dilangsungkan. Di antara upaya orang tua menikahkan anaknya adalah menentukan hari pernikahan yang baik menurut perhitungan kalender jawa. Dalam menentukan hari yang baik menurut gramatikal kalender jawa tidaklah mudah, perlu penafsiran yang rumusnya lebih sulit dari algoritma matematika. Konsep perhitungannya mereferensi pada kitab primbon jawa yang kemudian dicocokkan di antaranya mungkin dengan weton, neptu, tanggal lahir (dari yang mau menikah) dan lain-lain yang salah-salah jika tidak tepat dalam menghitungnya akan terkena plagiasi dari para nenek moyang. Sehingga, umumnya orang yang akan menikah memilih untuk menemui ahlinya dalam bidang ini. Biasanya ia adalah orang sepuh setempat yang memiliki ilmu kejawen tingkat tinggi dan dari itu ia dijuluki dengan sebutan “Pejonggo” (tiap daerah mungkin berbeda penyebutan).
Selain menentukan hari pernikahan yang baik, tupoksi seorang pejonggo lebih dari itu. Pejonggo sering juga ditanya mengenai kecocokan kedua pasangan dalam membangun rumah tangga.
Pernah dengar kata-kata “Wetonmu ora pas, cintamu kandas...” (perhitungan wetonmu tidak tepat cintamu gagal)
Misalnya hasil perhitungannya “Jodoh” maka disimpulkan mereka bisa menikah dan rumah tangganya akan harmonis, jauh dari percekcokan. Sementara jika hasilnya “Padu” maka disimpulkan rumah tangganya akan tragis, dan dekat dengan keributan.
Akan tetapi, tidak bisa menjadi pedoman yang wajib diikuti semua kembali kepada keyakinan personal masing-masing, ada yang memilih maju tak gentar ada juga yang memilih mundur alon-alon. Menurut salah seorang cendikiawan Muslim,
“Inpo soko pusat, al Fatikhah mu luweh kuat tinimbang wetonmu..” (informasi dari pusat al fatikhahmu lebih kuat daripada wetonmu)
Jadi?? Heu.. heu..
Kembali kepada topik saja. Bulan Dzulhijjah adalah bulan yang baik untuk menikah dan bulan disyariatkannya ibadah haji dan kurban (bisa lihat di https://www.google.com/amp/s/jatim.nu.or.id/amp/opini/keterkaitan-haji-dan-menikah-di-bulan-dzulhijjah-Pxy9D). Ibadah Haji, Ibadah Kurban dan akeh mantenan ditetapkan pada satu bulan yang sama yaitu bulan Dzulhijjah, tentu bukan suatu kebetulan belaka. Kita tahu bahwa terdapat sejarah sendiri mengenai pensyariatan kurban dan haji sehingga ditetapkan pada bulan Dzulhijjah. Begitu juga akeh mantenan pada bulan besar (Dzulhijjah) bukan sembarangan orang jawa (pejonggo) menetapkan hari mantenan pada bulan ini, terdapat pola perhitungan yang rumit sebagaimana penjelasan di atas.
Walaupun terkesan terdapat perbedaan, tetapi perbedaan tersebut mengerucut pada satu titik yang sama, beriringan namun satu arah dan tujuan. Jadi menurut hemat penulis, kesamaan ini bisa menjadi satu diantara banyak bukti bahwa tradisi masyarakat jawa melekat erat dengan ajaran agama Islam. Para leluhur membalutnya dengan rapi sehingga perlu mengkaji dalam dengan kehati-hatian untuk menggalinya hingga menemukan harta yang disebut “kebenaran”.
Penutup,
Jika dibulan Dzulhijjah ini akeh mantenan, itu tandanya isi dompet akan pindah ke amplop. Dan amplop tersebut hanya bisa kembali lagi ketangan jika sudah tiba hari pernikahan.
Selamat becek. Heu... heu....