Eksistensi Tuhan dalam dinamika kehidupan dan pandangan islam
Eksistensi Tuhan adalah salah satu masalah paling
fundamental manusia, karena penerimaan maupun penolakan
terhadapnya memberikan konsekuensi yang fundamental.Alam
luas yang diasumsikan sebagai produk sebuah kekuatan yang
maha sempurna dan maha bijaksana dengan tujuan yang
sempurna berbeda dengan alam yang diasumsikan sebagai
akibatdari kebetulan atau insiden.Manusia yang memandang
alam sebagai hasil penciptaan Tuhan Maha Bijaksana adalah
manusia yang optimis dan bertujuan. Sedangkan manusia yang
memandang alam sebagai akibat dari serangkaian peristiwa
acak atau chaos adalah manusia yang pesimis, nihilis, absurd
dan risau akan kemungkinan-kemungkinan yang tak dapat
diprediksi.
Umat manusia sejak awal kehadirannya di atas pentas
sejarah telah memberikan nama yang berbeda-beda, sesuai
dengan bahasa yang digunakan masing-masing, kepada kausa
prima alam keberadaan. Orang Persia menyebutnya Yazdan
atau Khoda. Orang Inggris menyebutnya LordatauGod. Kita
menyebutnya Tuhan atau Sang Hyang. Dialah Tuhan Maha
Sempurna. Kepercayaan pada “yang adikodrati”, merupakan
bagian integral dari kehiupan manusia, baik terbentuk dalam
sebuah lembaga transendental yang disebut “agama” maupun
tidak diagamakan.Kendati demikian, konsep dan keyakinan
tentang Tuhan telah berkembang dan terpecah dalam beberapa
aliran ketuhanan.
Tuhan sejak babak pertama peradaban sampai sekarang
telah menjadi objek pengimanan dan penolakan.Manusia,
sebelum dibagi dalam kelompok agama bahkan sebelum dibagi
dalam kelompok monteis dan politeis, telah terbagi dalam dua
aliran besar, ateisme dan teisme.
Dalam al-Quran kata “Tuhan” dipakai untuk sebutan
tuhan selain Allah, seperti menyebut berhala, hawa nafsu, dan
dewa. Namun kata “Allah” adalah sebutan khusus dan tidak
dimiliki oleh kata lain selain-Nya, kerena hanya Tuhan Yang
Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang
nama tersebut, selain-Nya tidak ada, bahkan tidak Boleh.
Hanya Dia juga yang berhak memperoleh keagungan dan
kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih
agung dari nama-Nya itu.
Karena kesempunaan Allah itulah maka makhluk-Nya
termasuk menusia tidak mampu melihat wujud Allah. Namun
bukan berarti wujud Allah tidak ada, justru al-Qur’an
mengisyaratkan kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan,
dan hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal
kejadiannya, wujud Tuhan dapat juga dibuktikan lewat ciptaanNya, dan bukti wujud Tuhan juga dapat dibuktikan bahwa
Allah Swt. sebagai sebab dasar dari segala sebab.
Allah Swt dalam pandangan Islam adalahAlla>h Ah}ad,
bermakna bahwa Tuhan esa dalam segala aspek, dan tak pernah
sekalipun mengandung pluralitas. Baik itu pluralitas maknawi,
sebagai mana yang ada dalam genus dan karakter, ataupun
pluralitas yang real, sebagai mana yang nampak dalam dunia
materi.Keesaan ini juga menegasikan dan mensucikan Tuhan
dari hal-hal yang mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki
bentuk, kualitas, kuantitas, warna dan segala jenis gambaran
akal yang mampu merusak kebersahajaan yang satu.Demikian
juga, Ahad mengindikasikan bahwa tak ada sesuatupun yang
menyamai-Nya.
Keesaan Allah dapat di buktikan dengan tiga bagian
pokok, yaitu : kenyataan wujud yang tampak, rasa yang
terdapat dalam jiwa manusia, dan dalil-dalil logika.Kenyataan
wujud yang tampakal-Quran menggunakan seluruh wujud
sebagai bukti, khususnya keberadaan alam raya ini dengan
segala isinya. Berkali-kali manusia diperintahkan untuk
melakukan naz}ar, fikr, serta berjalan di permukaan bumi guna
melihat betapa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada
yang mewujudkannya.
Rasa yang terdapat dalam jiwa manusia yang selalu
memiliki naluri mengharap,cemas, dan takut, karena kepada
siapa lagi jiwanya akan mengarah jika rasa takut atau
harapannya tidak lagi dapat dipenuhi oleh makhluk, sedangkan
harapan dan rasa takut manusia tidak pernah akan putus.
Sementara pembuktian logika Allah mengandaikan dua Tuhan.
Secara logis hanya ada satu Tuhan. Apabila Tuhan lebih dari
satu maka hanya satu saja yang tampil sebagai yang pertama,
dan juga seandainya ada dua pencipta, maka akan kacau
ciptaan, karena jika masing-masing Pencipta menghendaki
sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang lain, maka kalau
keduanya berkuasa, ciptaan pun akan kacau atau tidak akan
mewujud; kalau salah satu mengalahkan yang lain, maka yang
kalah bukan Tuhan; dan apabila mereka berdua bersepakat,
maka itu merupakan bukti kebutuhan dan kelemahan mereka,
sehingga keduanya bukan Tuhan, karena Tuhan tidak
mungkin membutuhkan sesuatu atau lemah atas sesuatu.