TUHAN TELAH MATI?; Komentar atas Pemikiran Friedrich Nietzsche tentang Kemaatian Tuhan dalam Buku Ketiga The Gay Science

profile picture bungkarno417
Humaniora - Other

Pengantar 

            Manusia adalah mahkluk yang bebas. Kebebasan adalah jati diri manusia. Bebas dalam arti ini adalah menjadi dirinya sendiri.  Manusia harus terluput dari ketakutan, kecemasan, pengawasan dari orang lain, termasuk Tuhan (khususnya Tuhan Kristiani). Jika kehadiran Tuhan menyebabkan manusia tidak bebas atau mengerdilkan dan mengasingkan manusia dari dirinya maka Tuhan harus “dibunuh”.

Isi

            Menurut Friedrich Nietzsche, Tuhan (Kristen) telah menjerumuskan manusia ke lumpur, yang menginjak-injak dan mematahkan jati diri manusia. Tuhan, dengan berbagai bentuk aturan dan larangan-Nya, membuat manusia semakin kerdil sehingga tidak menjadi dirinya yang sejati. Dengan demikian, melalui perumpamaan “Si Sinting yang mewartakan kematian Tuhan di pasar pada suatu siang bolong”, Friedrich Nietzsche mewartakan bahwa “Gott is tot!”. 

            Siapakah pembunuh Tuhan? Menurut perumpamaan, si Sinting tidak lain adalah Friedrich Nietzsche sendiri. Ia menyalakan pelita di siang bolong dan berlari ke pasar sambil mempertanyakan keberadaan Tuhan. Namun or ang-orang di pasar justru menertawakannya. Orang-orang di pasar adalah orang-orang yang sudah tidak percaya akan Tuhan. Sebetulnya, dalam konteks ini, Friedrich Nietzsche sedang mengolok-olok sikap para aufklärer dan kaum agamais, yang meski sudah tidak percaya kepada Tuhan namun tidak menyadari konsekuensi dari ke-tidak-percaya-annya itu. Karena itu dia berteriak “Requiem Aeternam Deo di gereja-gereja yang menjadi kuburan Tuhan. Sambil menyerukan kematian Tuhan, Friedrich Nietzsche mengatakan bahwa bukan dia saja yang membunuh Tuhan tapi kita semua adalah pembunuh Tuhan, “Gott ist tot! gott bleibt tot! und wir haben getotet!” Kita yang dimaksudkan di sini adalah orang-orang (dalam konteks Eropa) yang hidup sezamannya, orang-orang yang hidup dalam tradisi platonic-kristiani.

            Konsekuensi dari kematian Tuhan adalah hilangnya pegangan. Friedrich Nietzsche melukiskan kematian Tuhan itu seperti “melepaskan bumi dari matahari”. Kematian Tuhan menunjuk pada kepercayaan kepada Tuhan Kristiani tidak berguna lagi. Tuhan yang tua sudah mati dan akibatnya kita berjalan melewati kekosongan yang tanpa batas. Dalam situasi kehilangan pegangan atau kekosongan tanpa batas itu, Friedrich Nietzsche mengajak kita untuk berani berlayar menempuh segala bahaya (lautan). Dengan roh kebebasan kita berani memulai hidup baru, seperti fajar baru yang penuh harapan untuk mencapai kebebasan sejati manusia.

Refleksi Kritis

            Apakah benar TUHAN SUDAH MATI? Menurut Nietzsche Tuhan telah mati. Jika Tuhan sudah mati, bagaimana dengan eksistensi-Nya? 

            Menurut saya Tuhan tidak pernah mati. Tuhan tak berwaktu. Dari kekal sampai kekal Tuhan adalah Tuhan. Dia adalah pencipta waktu serta alam semesta, terkhusus manusia. Semua ciptaan ada dalam waktu tetapi Dia, Tuhan, berada di luar waktu. Karena itu sekalipun waktu dan seluruh ciptaan mati Tuhan tidak akan pernah mati.

            Sungguhkan Tuhan sudah mati? Menurut saya bukan Tuhan yang mati melainkan pemikiran manusia, yang diwakili Nietzche, yang sudah mati. Manusia tidak dapat memikirkan dan menjelaskan Tuhan karena itu sebagai akibatnya manusia tidak mampu menyadari eksistensi Tuhan. Tuhan itu Maha segalanya, bagaimana mungkin dapat dipahami secara utuh dalam otak manusia yang tak sempurna?

            Warta kematian Tuhan yang dilakukan Nietzche dilatari dengan kecurigaannya kepada Tuhan yang tidak memberikan kebebasan kepada manusia. Aturan yang diberikan Tuhan membuat manusia tidak bisa menjadi dirinya sendiri, tidak menjadi manusia sejati. Nietzche tidak menyadari bahwa ketika ia dilahirkan sebagai manusia secara kodrati dia sendiri pun tidak bebas. Jika Nietzche ingin menekankan kebebasan sebagai manusia sejati mengapa dia menjadi manusia? Menjadi manusia berarti menjadi mahkluk yang memiliki keterbatasan. Manusia harus tunduk pada hukum alam. Dengan demikian kebebasan seperti apa yang dimaksud Nietzche?

            Tuhan tidak pernah mencampuri kebebasan manusia. Tuhan menghendaki agar manusia mengimani-Nya secara bebas. Karena itu rahmat kebebasan yang dimiliki manusia yang menentukan untuk mengimani Tuhan atau tidak mengakui Tuhan. Saya adalah seorang manusia yang bebas. Dalam kebebasan itulah saya menyadari eksistensi Tuhan dan mengimani-Nya. Dan sebagai mahkluk beriman, saya tidak pernah merasakan bahwa kebebasan berkurang atau hilang. Justru ketika saya semakin beriman kepada  Tuhan semakin saya menemukan jati diri saya sebagai manusia yang sejati.

            Tuhan tidak akan mati. Yang mati adalah ketertutupan hati manusia untuk menerima Tuhan. Manusia telah mengalami kematian spiritual untuk menyadari eksistensi Tuhan dalam diri dan hidupnya. Ketertutupan hati manusia menjadikan manusia semakin tidak menemukan Tuhan dalam hidupnya. Dan jika Tuhan sudah mati mengapa alam dan segala isisnya bergerak begitu teraturnya hingga saat ini? Siapakah yang mengatur keharmonisan alam jika Tuhan sudah mati?

7 Agree 2 opinions
3 Disagree 3 opinions
7
3
profile picture

Written By bungkarno417

This statement referred from