KRITIK TERHADAP ATEISME DALAM KONTEKS EKSISTENSIALISME TUHAN
Menanggapi artikel di atas saya rasa tidak tepat jika menyebut Tuhan itu tidak ada. Karena secara umum pandangan ateisme berisikan pendapat tentang tidak adanya Tuhan. Mereka mendasarkan argumen-argumen mereka kepada banyak pengalaman empiris serta kepada beberapa tokoh filsafat seperti Nietzsche, Karl Marx, dan Sartre. Dari karl Marx mereka mendapatkan suatu pernyataan bahwa agama adalah candu, dari Nietzsche mereka mendapatkan argumen bahwa Tuhan sudah mati. Sedangkan dari Sartre mereka semakin diperkuat dengan pernyataan bahwa jika manusia tidak meniadakan Tuhan maka manusia tidak akan menjadi dirinya sendiri. Atau lebih tepatnya manusia tidak akan pernah menjadi pribadi yang otentik jika masih menganggap Tuhan ada.
Semua argumen dan pernyataan hebat di atas kemudian ditafsirkan secara harfiah oleh beberapa orang yang merasa pintar tanpa pertimbangan apapun. Mereka tidak melihat konteks pernyataan para filosof di atas secara keseluruhan. Dan pada akhirnya salah baca atau misreading atau lebih tepatnya salah pemahaman sehingga munculah suatu kaum yang menganggap Tuhan tidak ada. dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa kaum atheis adalah kaum yang muncul karena kurangnya pemahaman.
Kurangnya pemahaman mereka atau kaum atheis dalam melihat konteks sejarah, serta sikap positivisme mereka. Serta sikap mereka yang hanya menafsirkan segala permasalahan dan kejadian di dunia hanya berdasarkan fakta-fakta empiris berdasarkan sifat pengetahuan empiris-analitik. Membuat mereka menolak mentah-mentah Tuhan yang bersifat metafisik. Karena bagi mereka segala sesuatu yang tidak tervalidasi oleh data, sesuatu itu bukanlah kebenaran. Dengan demikian mereka menolak adanya eksistensi Tuhan. Karena Tuhan pada dasarnya tidak dapat dibuktikan berdasarkan data-data empiris.
Namun mereka lupa bahwa setiap kebenaran universal dan pengetahuan tidak hanya bersifat empiris-analitik. Menurut jurgen Habermas ada tiga jenis pengetahuan, pertama pengetahuan empiris-analitik, kedua historis-hermeneutik, dan yang ketiga adalah pengetahuan kritis. Pengetahuan kaum ateis hanya berada pada pengetahuan empiris yang berbasis data. Bagi mereka segala sesuatu yang tidak terkonfirmasi data adalah sebuah kebohongan. Pengetahuan seperti ini adalah jenis pengetahuan yang bersifat dangkal karena menolak refleksi yang penuh dengan kedalaman.
Tuhan atau dalam istilah filsafat dikenal sebagai sang Ada berada pada tahap Metafisis. Dibutuhkan penyatuan dari ketiga pengetahuan di atas untuk dapat mencapai ke dalamannya. Contoh petani yang mempunyai anak laki-laki yang gagah. Kemudian suatu hari anaknya tersebut mengalami kecelakaan yang menyebabkan kaki anaknya patah. Para tetangga petani tersebut kemudian mengatakan bahwa malang sekali nasib petani itu. Namun keesokan harinya terjadi perang saudara di negeri itu sehingga seluruh pemuda yang ada di desa sang petani terkena wajib militer kecuali anak si petani yang patah kaki itu. Para tetangga sekali lagi datang dan mengatakan bahwa petani itu sangat beruntung. Petani itu hanya berkata nasib baik nasib buruk hanya Tuhan yang tahu. Lewat analogi di atas kita dapat melihat secara lebih mendalam bagaimana petani tersebut dapat menemukan Tuhan di dalam pengalam hidupnya lewat refleksi dalam penyatuan tiga pengetahuan di atas. Seandainya petani hanya melihat kaki anaknya yang patah ia pasti akan menyesali hidupnya. Akan tetapi, ia tidak hanya melihat pengalaman itu secara dangkal. Petani tersebut melihat pengalam itu kemudian memahaminya dan merefleksikan secara kritis sehingga ia dapat menemukan Tuhan dalam tingkat metafisikanya.
Walaupun demikian, kebanyakan orang hanya dapat menerima satu atau dua dari ketiga pengetahuan di atas. Keadaan ini membuat mereka hanya menerima dan memahami tanpa dapat berefleksi. Dan pada akhirnya apabila mereka memperoleh pengalaman yang tidak mengenakkan mereka kemudia menyalahkan Tuhan bahkan menganggapnya tidak ada.
Salah satu contoh orang yang dapat menemukan Tuhan dalam kehidupan lewat penyatuan ketiga pengetahuan di atas adalah Aristoteles. Ia bertanya tentang gerak yang ada di dunia ini hingga ia mencapai pengerak yang tidak digerakkan. Dan argumentasi ini disempurnakan oleh Thomas Aquinas dalam summa theologia-nya.
Berdasarkan penuturan di atas dapat kita lihat secara nyata bahwa Tuhan itu benar-benar ada atau eksis. Dan pada akhirnya dapat disimpulkan pula bahwa orang yang atheis itu tidak benar-benar ateis. Mereka menolak eksistensi Tuhan karena mereka mengalami pengalaman yang begitu menyakitkan sehingga mereka menolak adanya Tuhan. Bahkan orang seperti Nietzsche yang dianggap sebagai pembunuh Tuhan pun merindukan Tuhan. Hal itu terlihat dalam puisinya yang berjudul doa kepada yang tidak dikenal.