Keberadaan Tuhan, Manusia dan Semesta

profile picture efhira
Humaniora - Other

Keberadaan Tuhan

Tuhan ialah Dzat yang segalanya lebih tinggi daripada kita, dan Tuhan tak mungkin serupa dengan makhluknya. Manusia yang memiliki sifat mahdud (lemah & terbatas) tidak dapat menjangkau keberadaanNya, namun kita diberi akal untuk bisa merasakanNya.

Kita memang tidak bisa melihatNya, namun bisa melihat ciptaanNya. Apa yang Tuhan buat bisa kita rasakan dengan panca indra kita. Jika kita berpikir, tak mungkin alam semesta ini tiba-tiba ada. Pasti ada yang menciptakan. Hal sederhana seperti pensil saja ada pabrik yang membuatnya.

Dalam contoh lain, misalnya kita melihat jejak unta di padang pasir, pasti kita mengatakan bahwa tadi ada seekor unta yang melewati padang pasir ini, meskipun sang unta tak lagi terlihat. Untanya tak terlihat namun kita bisa melihat jejaknya, itu bisa membuktikan keberadaan hewan tersebut.

Jika ada pertanyaan "bagaimana bisa Tuhan yang satu dapat mendengar semua do'a hambaNya dalam waktu yang bersamaan?". Hal itu bukan suatu yang mustahil bagi Tuhan, karena ia tidak memiliki sifat makhluk yang terbatas.

Namun, jangankan Tuhan yang Maha Kuasa, kepintaran manusia saja bisa melakukan hal tersebut. Misal ketika kita ingin mengecek pulsa dengan cara menekan beberapa digit nomor, berapa banyak pengguna yang menekan kombinasi nomor yang sama dalam satu waktu?

Bisa jutaan pengguna dalam hitungan 1 detik saja, namun setiap pengguna bisa mendapatkan jawaban yang diinginkan. Adapun wujud Tuhan tak mungkin sama dengan makhlukNya. Cara Ia mendengar dan melihat tidak sama seperti makhlukNya.

Tuhan Yang Maha Mendengar bukan berarti wujud Tuhan memiliki telinga yang banyak. Tuhan Yang Maha Melihat bukan berarti Ia memiliki mata yang banyak. Keterbatasan akal kita sama sekali tak dapat menjangkau hal tersebut.

Tuhan pun bersifat azali (tiba-tiba ada), Ia tidak berawal dan tidak berakhir. KeberadaanNya merupakan suatu keharusan. Tuhan juga bersifat Baqa' artinya kekal abadi (tidak akan pernah mati), mustahil Ia akan lenyap.

Beredarnya planet pada orbitnya juga pergantian siang dan malam diatur oleh Tuhan. Mustahil jika tidak ada yang mengaturnya. Jika kita memperhatikan dan meneliti semua makhluk ciptaanNya, maka keyakinan kita akan keberadaanNya menjadi semakin kuat.

Manusia diciptakan dengan naluri untuk mentakdiskan sesuatu. Mereka pun tak bisa membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Karena dari sisi ilmiah pun banyak hal yang membuktikan keberadaan Sang Pencipta.

Misal, orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan akan sampai pada suatu titik ketika ia sendirian di suatu tempat, juga dalam keadaan tak berdaya, pasti ia akan meminta atau membutuhkan pertolongan pada sesuatu yang menguasai dirinya.

Hal itu menunjukan kebutuhannya akan keberadaan Tuhan. Sebuah 'kebetulan' tak akan bisa menciptakan alam semesta sesempurna ini. Lemahnya manusia dengan segala keterbatasannya juga menunjukan kebutuhan ia akan aturan yang berasal dari Sang Pencipta.

Seperti halnya jika kita membeli sebuah mesin, maka kita memerlukan buku panduan dari pembuat/pabrik untuk mengoperasikannya, agar mesin tersebut berjalan dengan baik. Islam meyakini bahwa Tuhan itu adalah Allah. Ialah Sang Pencipta dan Yang Maha Mengatur.

“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati...” [TQS. Al-Furqon 58]

"Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam." (TQS. Al-Mu'min ayat 65)

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal," (TQS Ali Imran: 190).

Islam Berasal Dari Sang Pencipta, Bukan Khayalan Manusia

Adapun Islam, adalah agama yang diturunkan Allah melalui perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan tujuan mengatur hubungan antara: manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri.

Hubungan dengan Allah meliputi ibadah khusus, hubungan dengan sesama meliputi muamalah (kehidupan sosial) dan sanksi. Adapun dengan diri sendiri meliputi makanan dan pakaian. Semua aspek kehidupan diatur oleh Islam tanpa terkecuali.

Ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah berupa Al-Qur'an, beliau dituduh sebagai penyihir, gila bahkan ada yang menuduh bahwa Al-Qur'an adalah karangannya belaka. Padahal beliau merupakan seorang ummi (orang yang tak bisa membaca dan menulis).

Ada pula yang berspekulasi bahwa Al-Qur'an adalah karangan orang Arab. Namun hal ini telah terpatahkan ketika Allah SWT menantang manusia untuk membuat ayat yang serupa dengan Al-Qur'an, mereka sama sekali tak bisa membuatnya. Padahal saat itu sastra Arab sedang naik daun di kalangan bangsa Arab.

Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (TQS. Al-Isra ayat 88)

Selain itu banyak pula ayat Al-Qur'an yang disampaikan Nabi Muhammad SAW tidak dapat dibuktikan secara ilmiah karena keterbatasan teknologi saat itu dan baru terbukti dengan teknologi modern. Salah satunya mengenai mumi Fir'aun yang bisa dilihat hingga saat ini.

"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami" (TQS. Yunus ayat 92)

Seorang ilmuwan asal Prancis yaitu Maurice Bucaille mendapat kesempatan untuk meneliti mumi Fir'aun pada tahun 1974. Ia menemukan ada garam lengket yang menempel pada kulit Fir'aun, ini membuktikan bahwa benar Raja Mesir ini meninggal karena tenggelam di laut.

Namun ada hal yang membuatnya terheran-heran, bagaimana mungkin jasad Fir'aun yang pernah tenggelam bisa dalam kondisi lebih baik dari mumi lainnya? Maka ayat Al-Qur'an tadi telah menjawab pertanyaannya tersebut. Dan Maurice pun memutuskan untuk masuk Islam.

Lalu ada seorang ilmuwan bidang anatomi asal Thailand bernama Tagatat Tejasen yang menganggap Al-Qur'an sebagai keajaiban hingga ia memutuskan untuk masuk Islam. Kekagumannya pada kitab suci umat Islam ini dimulai dari penelitian dermatologi yang dilakukannya.

Penemuan modern ini menunjukkan bahwa luka bakar yang terlalu dalam bisa mematikan saraf pengatur sensasi (saraf eferen) yang ada dalam lapisan kulit. Dan ketika kulit telah terbakar, maka seseorang akan mati rasa, karena saraf eferen telah rusak oleh luka bakar tersebut.

Allah berfirman:
“Allah akan memasukkan orang-orang kafir ke dalam neraka dan mengganti kulit mereka yang baru setiap kali kulit itu habis terbakar” (TQS. An-Nisa ayat 56).

Tejasen dibuat tercengang dengan fakta ini dan bertanya "Bagaimana mungkin Al-Qur'an yang diturunkan 14 abad yang lalu telah mengetahui fakta kedokteran ini?”. Ketika ia mengetahui bahwa Al-Qur'an berasal dari Allah, maka ia langsung mengucap dua kalimat syahadat. (1983)

"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’..." (TQS. Al-Baqarah ayat 228)

Ayat ini merupakan syari'at/ aturan tentang masa iddah (masa dimana seorang wanita menangguhkan perkawinan setelah cerai dengan suami). Tiga quru' artinya tiga kali suci dari haid. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terbaik untuk makhluknya.

Bahwa ternyata, dalam sistem reproduksi wanita terdapat sel-sel imun kekebalan khusus yang memiliki 'memori genetik'. Sel ini akan mengenali dan menyimpan karakteristik genetik dari benda asing (sperma/mani) yang masuk ke dalam tubuh wanita.

Dan sel ini akan menyimpan 'data' genetik dari objek yang masuk selama 120 hari, dalam kata lain sel khusus hanya mengenali satu objek saja. Maka ketika ada objek lain yang masuk sebelum masa (120hari) itu selesai, ia akan dianggap sebagai benda asing berbahaya.

Ketika benda asing masuk, alarm tanda bahaya berbunyi maka sistem kekebalan tubuh sang wanita pun terganggu, kondisi seperti ini bisa mengakibatkan tumor ganas. Selain itu juga beresiko kanker rahim dan payudara.

Pembahasan ini dipaparkan oleh Dr Jamal Eddin Ibrahim, profesor toksikologi (bidang ilmu yang mempelajari efek yang merugikan dari zat kimia terhadap organisme hidup) di University of California dan Direktur Laboratorium Penelitian hidup di Amerika Serikat.

Masih banyak lagi sains dalam Al-Qur'an yang baru bisa dibuktikan oleh teknologi modern. Maka sangat tidak mungkin kitab suci ini dikarang oleh manusia. Yang bisa mengabarkan hal-hal menakjubkan seperti itu hanyalah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui yaitu Allah SWT.

Isi Al-Qur'an pun dijaga oleh Allah SWT, sehingga tidak berubah sampai akhir zaman. Salah satu buktinya adalah temuan potongan mushaf Al-Qur'an di University of Birmingham, Ahli manuskrip dari British Library.

Dr Muhammad Isa Waley mengatakan bahwa potongan Al-Qur'an tersebut berasal dari masa ketiga kekhilafahan (pemerintahan Islam) awal. David Thomas, profesor studi Kristen dan Islam di University of Birmingham sangat takjub dengan penemuan ini karena isi ayat di potongan tersebut masih sama dengan yang kita baca sekarang ini.

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”. (TQS. al-Hijr, 15:9)

Aturan Sang Pencipta

Untuk keteraturan hidup manusia, maka dalam penciptaannya Allah juga menurunkan aturan yang dijadikan sebagai petunjuk/ pedoman hidup. Sebagaimana ciptaan manusia yang memerlukan buku panduan dari pabrik produksi, kehidupan ini pun memerlukan undang-undang yang berasal dari Sang Pencipta.

Ketika Allah telah menciptakan manusia sekaligus petunjuk, Ia memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih kehidupan seperti apa yang akan manusia itu jalani. Manusia diberi kebebasan untuk memilih menjadi baik atau buruk, semua tergantung pada setiap langkah yang diambilnya.

Jika manusia itu memilih untuk menjadi baik, maka ia akan berusaha menjauhi semua larangan Allah SWT dan melaksanakan semua perintahNya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa manusia mempunyai akal untuk mengetahui mana yang salah dan benar.

Pilihan yang kita ambil saat ini, akan menentukan kita di masa depan. Dan semua yang menimpa manusia merupakan ujian dari Allah SWT. Ketika diuji dengan kesempatan berbuat jahat, apakah manusia tersebut akan menuruti hawa nafsunya atau menaati aturan Penciptanya dengan menahan diri?

Ketika Allah timpakan kebahagiaan pada seseorang, apakah akan membuatnya lupa pada Yang Maha Esa atau membuatnya semakin taat? Semua pilihan akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Karena ada hukum sebab-akibat disana.

Ketika ada yang berbuat dosa, terkadang Allah menghukum langsung dengan adzab yang pedih dan nyata seperti kaum-kaum terdahulu. Misalnya kaum Nabi Nuh yang Allah tenggelamkan karena kemusyrikannya (menyekutukan Allah), ada pula kaum Nabi Luth yang Allah ratakan karena perzinaan (perilaku kaum pelangi) yang mereka lakukan.

Contoh lainnya desa Lagetang di Dieng Jawa Tengah, yang Allah lenyapkan karena maksiat yang masyarakatnya lakukan. Atau matinya raja-raja sombong yang mengaku Tuhan seperti Namrud dengan kematian disebabkan oleh nyamuk, ada pula Fir'aun zaman Nabi Musa AS yang Allah tenggelamkan.

Itu semua merupakan pelajaran bagi kita bahwa Allah Maha Kuasa atas segalanya, tak ada yang mustahil bagiNya. Agar kita lebih berhati-hati dalam melangkah sehingga tidak mengundang murka Sang Ilahi. Namun terkadang Allah pun membiarkan orang-orang jahat bertahan.

Manusia jahat ini merupakan ladang dakwah/syi'ar Islam bagi orang beriman untuk mengingatkan. Karena Allah memerintahkan untuk senantiasa saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah pada keburukan.

Dan manusia hanya wajib menyampaikan, terkait bagaimana hasilnya, itu berada dalam kuasa Allah. Maha PenyayangNya Allah diibaratkan jika dosa kita segenggam tangan, maka ampunannya seluas lautan.

Sebanyak apapun dosa manusia, ketika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubat nasuha), maka akan Allah ampuni. Namun jika manusia itu mati dalam keadaan tak beriman atau belum bertaubat pada Allah, maka ia tidak akan diampuni.

Terkadang Allah pun tetap membiarkan orang-orang jahat agar mereka bertaubat. Disini Allah Yang Maha Penyayang memberi kesempatan pada hambaNya untuk memperbaiki kesalahannya sebelum ajal menjemput.

Wallahua'lam bishawab (Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya).

2 Agree 0 opinions
0 Disagree 0 opinions
2
0
profile picture

Written By efhira

This statement referred from