GOD OF THE GAPS
Ini mungkin untuk menjawab Sub Topik nomor 10, dimana segala sesuatu yang belum bisa dijelaskan oleh science sebagai keajaiban atau mukzizat dari Tuhan.
God Of Gaps adalah "Sebuah sudut pandang yang memanfaatkan sesuatu yang belum dapat dijelaskan secara science untuk membenarkan keberadaan Tuhan."
Contoh :
Petir ..... Ketika science belum mampu menjelaskan bagaimana petir itu muncul maka para teolog memanfaatkannya dengan mengatakan itulah bukti kebesaran Tuhan, ciptaannya saja tak terjangkau oleh logika, apalagi Tuhan.
Hingga beberapa abad lalu, orang-orang berpikir Tuhan pasti menjadi pengontrol segala sesuatu.
Kenapa angin berhembus ?
Kenapa ada petir ?
Kenapa matahari tampak mengelilingi bumi ?
Kenapa bulan mengelilingi bumi ?
Kenapa orang bisa sakit dan mati ?
Kenapa semua itu bisa terjadi ?
Jawabannya simpel :
"Karena itu semua telah menjadi kehendak Tuhan."
Ketika orang tidak bisa menjelaskan sesuatu, dengan mudah dia akan berkata, Tuhan lah penyebab semuanya
Jawaban semacam ini disebut sebagai God of the gaps (ruang kosong yang ditempati Tuhan) atau argument from ignorance (argumen karena ketidaktahuan)
Disinilah letak kontradiksi antara sains dan agama.
Sains mencari sebab natural, sedang agama mencari sebab supranatural.
Secara konsisten, sains telah menyediakan jawaban atas banyak hal.
"Ruang yang dulunya ditempati Tuhan perlahan-lahan mulai semakin menyempit. Semakin kita memahami sesuatu, semakin sempit ruang bagi Tuhan."
Ketika kita memahami matahari, dewa Yunani Helios, jadi tak diperlukan lagi.
Ketika kita memahami terjadinya kilat, dewa Zeus atau Jupiter jadi tidak valid lagi untuk menjelaskan fenomena ini.
Saat Benjamin Franklin menemukan penangkal petir, 250 tahun yang lalu, terjadilah kehebohan di kalangan gereja. Apakah gereja mesti dilengkapi juga dengan penangkal petir atau cukup mengandalkan perlindungan Tuhan saja ?
Akhirnya toh mereka memutuskan untuk memasang penangkal petir setelah melihat gereja lebih sering disambar petir dibanding bangunan lain yang diberi penangkal petir.
Cerita ini menjadi contoh bagus "bagaimana ruang yang dulu ditempati Tuhan telah digantikan oleh penangkal petir temuan Benjamin Franklin."
Saat saya masih kecil, para orang tua mengatakan bahwa yang ngecat lombok hingga berwarna hijau, kuning, jingga & merah adalah Tuhan. Tapi kini telah terjawab, variasi genetika kromosom cabe lah yg menentukan warna cabe.
Dulu orang selalu bilang, anak laki – laki atau anak perempuan yg akan lahir itu sudah sesuai kehendak Tuhan. Kini sudah bisa dijelaskan. Kalau kita bisa memfasilitasi sperma yg membawa kromosom Y untuk memenangkan balapan membuahi sel telur, maka bayi yg akan lahir, pasti laki-laki. Jadi penentu jenis kelamin bayi bisa kita yang atur. Maka berkuranglah God of the Gaps di benak kita
Dahulu..., gempa bumi dianggap sebagai kutukan Tuhan. Kini kita semua sudah paham, kalau lempeng benua selalu bergerak dengan kecepatan 8 cm per tahun. Maka saat lempeng benua melepaskan energi komulatif tekanannya.., timbullah gempa bumi. Jadi penyebab gempa bumi sudah bisa dijelaskan dan bukan karena kutukan Tuhan.
Maka berkuranglah God of the Gaps di benak kita.
Beberapa tahun yang lalu, ada ulama kondang yang mengatakan Covid-19 sebagai tentara Allah yang dikirim untuk menghukum China atas perlakuannya pada muslim Uighur.
Tapi para ahli virus dan para cerdik pandai lainnya sudah tau kalau virus Covid-19 adalah hasil evolusi (mutasi genetis) dari virus MERS yang muncul di Arab Saudi. Jadi God of the gaps di benak para ilmuwan untuk Covid-19 sudah hilang.
Kesimpulannya kita jangan mencari Tuhan melalui Science ataupun dengan akal pikiran, melainkan dengan hati, rasa dan iman .. dengan percaya saja.
Kalau anda tidak percaya .. ya terserah anda.