Mengenal Kebijakan Makroprudensial dan Peranannya dalam Mencegah Resesi
Pengantar
Resesi ekonomi memang momok menakutkan bagi negara mana pun, tak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak, ekonomi yang resesi (lesu) dapat berakibat fatal pada bidang kehidupan lainnya. Imbasnya pastilah terhadap maslahat masyarakat. Demi menghindari ini, pemerintah Indonesia meraba-raba cara untuk mengatasinya.
Hadirlah kebijakan Makroprudensial menemani kebijakan Moneter, dan kebijakan Sistem Pembayaran sebagai three musketeers pilar kebijakan Bank Indonesia (BI). Kebijakan ini tergolong baru, sebab pengembangan dan penerapannya di Indonesia baru dilakukan sekitar tahun 2015. Meskipun demikian, kebijakan ini punya pengaruh kuat untuk turut mendorong terjaganya stabilitas sistem keuangan (SSK). Penerapannya secara kontekstual, terlebih pada tahun 2020 saat terjadinya pandemi Covid-19, membuat kepopuleran kebijakan ini pun terus meningkat.
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Sebuah organisasi pasti mempunyai sistem keuangan yang menggerakkan perekonomiannya, apalagi jika itu adalah organisasi besar, seperti sebuah negara. Jika perekonomian diibaratkan sebuah sepeda, maka sistem keuangan adalah rodanya.
Bicara soal Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), maka kita sedang membahas mengenai seberapa kokoh sebuah sistem keuangan. Tak dapat dihindari, sebuah sistem keuangan pasti selalu berhadapan dengan gangguan berupa gejolak-gejolak (shocks) yang ada. Misalnya, kurs (nilai tukar), penurunan PDB (Produk Domestik Bruto), kenaikan suku bunga, dsb. Sebuah sistem keuangan yang kokoh tentunya menjaga perekonomian tetap stabil. Sebaliknya, sistem keuangan yang goyah akan mengganggu kestabilan perekonomian tersebut.
Sistem keuangan dikatakan kokoh bila ia mampu bertahan terhadap shocks dan dapat menjalankan fungsi intermediasi serta layanan jasa keuangan lainnya secara efektif untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, dalam konteks perekonomian Indonesia, timbul sebuah pertanyaan besar, bagaimana caranya menjaga ketahanan sistem keuangan kita agar tetap kokoh meskipun harus menghadapi shocks tersebut? Bagaimana melakukan pencegahan dan penanganan gangguan terhadap sistem keuangan untuk mencegah terjadinya krisis?
Agar permasalahan tersebut dapat teratasi, maka pertama-tama perlu diperhatikan keadaan sistem keuangan dalam lingkup kecil terlebih dahulu. Elemen-elemen dalam sistem keuangan kita, seperti perbankan, korporasi, hingga rumah tangga haruslah kuat. Demi mencapainya, di Indonesia telah diterapkan kebijakan mikroprudensial. Namun, sayangnya faktor pertumbuhan ekonomi tidak hanya itu saja. Kita dapat berkaca pada krisis ekonomi, khususnya akibat pandemi kemarin. Faktor nonkeuangan pun dapat mengacaukan stabilitas ekonomi. Tidak hanya sebuah negara, tetapi seluruh dunia.
Krisis keuangan global menjadi titik tolak yang menyadarkan kita kalau kebijakan moneter dan mikroprudensial belum cukup memitigasi kritis. Meskipun inflasi dan suku bunga rendah, lalu secara mikro individu lembaga keuangan itu sehat, tetapi itu tidak menjamin SSK. Hal ini dikarenakan inflasi dan suku bunga rendah malah justru membuat para investor sama-sama bergerak untuk mencari yield yang lebih tinggi lagi. Dampaknya perilaku para investor ini pun berubah dan turut memengaruhi keadaan ekonomi global. Itulah mengapa, muncul ide mengenai makroprudensial.
Lantas, apa bedanya kebijakan mikroprudensial dan makroprudensial? Yudha Agung yang merupakan asisten Gubernur di Departemen Kebijakan Makroprudensial mengibaratkan kalau mikroprudensial seperti memelihara sebuah pohon. Maksudnya ialah, kebijakan ini berfokus pada kesehatan individu lembaga keuangan. Sementara makroprudensial mencakup kawasan hutan, yakni menjaga sistem keuangan secara keseluruhan, bukan hanya perindividu lembaga keuangan saja.
Instrumen-Instrumen Kebijakan Makroprudensial
Berikut adalah beberapa instrumen kebijakan Makroprudensial:
- Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)
Instrumen ini memperkuat intermediasi perbankan yang seimbang, berkualitas, dan berkelanjutan. Dalam intermediasi, perbankan mempertemukan pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana. Pihak yang kelebihan dana ini adalah mereka yang menyimpan dananya di perbankan dalam bentuk dana pihak ketiga, yakni deposito, tabungan, dan giro. Kelebihan dana tersebut selanjutnya disalurkan kepada pihak yang kekurangan (dan yang memang membutuhkan) dana. Kita biasanya menyebutnya kredit.
Intermediasi yang seimbang berarti aktivitas penyaluran kredit yang dilakukan perbankan itu harus tetap memperhatikan risiko agar tidak menimbulkan risiko sistemik (risiko yang dapat berdampak pada perekonomian secara menyeluruh). Lalu, pemberian penyaluran kredit tersebut haruslah berkualitas. Bank harus memastikan bahwa kredit yang disalurkan itu kondisinya memang baik dan benar-benar diperuntukan secara tepat. Terakhir, intermediasi yang berkelanjutan artinya bank harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan juga tata kelola.
- Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM)
Sesuai namanya, instrumen ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan. Jadi, bentuknya berupa cadangan likuiditas minimum dalam rupiah. Cadangan ini wajib dipelihara dalam bentuk surat berharga dalam rupiah oleh Bank Konvensional maupun Syariah. Ia dapat digunakan dalam operasi moneter yang besarannya ditetapkan oleh BI, sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga bank dalam rupiah.
- Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV)
Ini adalah rasio antara nilai kredit terhadap nilai agunan (jaminan). Tujuannya ialah untuk memitigasi risiko kredit. LTV/FTV mencegah penyaluran kredit yang terlalu tinggi dan terkonsentrasi hanya pada sektor tertentu saja. Jadi, penyaluran kredit pada sektor yang berisiko tinggi dihindari. Dengan demikian, ia mendorong penyaluran kredit ke sektor yang dinilai berprospek baik dengan risiko yang terjaga.
- Countercyclical Capital Buffer (CCyB)
CCyB merupakan tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) kapital untuk mengantisipasi kerugian, apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan (excessive credit growth). Jadi, ia dibentuk dan ditingkatkan pada saat ekonomi membaik (boom). Lalu, dimanfaatkan pada saat ekonomi menurun (bust).
- Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM)
Instrumen ini merupakan inovasi untuk mendorong pertumbuhan kredit, khususnya kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Korporasi UMKM, dan Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR). Tujuannya ialah untuk memperkuat inklusi keuangan dan ekonomi serta akses keuangan dan pembiayaan UMKM demi meningkatkan perannya dalam akselerasi pemulihan ekonomi.
Dampak Terjaganya SSK dan Penghambat Lain Kemajuan Ekonomi
Telah dipaparkan peran makroprudensial dalam menjaga SSK. SSK yang terjaga tidak hanya menyelamatkan negara di dalam saja. Hal ini juga mempengaruhi kepercayaan para stakeholder baik itu para investor maupun para mitra dagang maupun pembangunan Indonesia. Mereka yang sudah menanamkan modal di Indonesia akan tetap bertahan. Sementara itu, yang belum menanamkan modalnya akan tertarik untuk berinvestasi. Tak ayal, bila bank dunia menyebutkan kalau ekonomi Indonesia sedang dalam masa transisi menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas.
Untungnya, pernyataan tersebut tidak muncul dengan subjektif (Indonesia itu sendiri) dan tidak pula berdasarkan pertimbangan subjektif, melainkan objektif. Hal ini tampak jelas, sebab bank dunia memiliki indikator-indikator yang membuat Indonesia masuk dalam kategori tersebut. Jadi, pernyataan bank dunia itu sedang tidak membanding-bandingkan Indonesia dengan negara lain yang keadaan ekonominya di bawah Indonesia. Pernyataan tersebut berdasarkan indikasi, fakta, dan data yang ada di lapangan. Indonesia punya peluang besar untuk terhindar dari resesi.
Namun, patut pula dipertanyakan, mengapa Indonesia punya peluang demikian, tetapi masih banyak masyarakat yang belum merasakan kesejahteraan? Agaknya, kita perlu untuk terus memperbaharui sistem-sistem yang lain yang turut mempengaruhi kestabilan ekonomi nasional. Diperlukan pemerataan sampai ke daerah-daerah terpencil, pencegahan dan pemberantasan korupsi, pemangkasan birokrasi, pemanfaatan ekspor secara maksimal, serta peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dari segi keterampilan maupun kemanusiaan. Jangan sampai kesejahteraan itu seakan-akan menjadi eksklusif milik kalangan tertentu saja.
Hal ini juga terkait dengan penanaman modal tadi, sekarang satu-satunya yang dapat menjadi nilai plus Indonesia di mata para investor adalah build trust yang baik oleh pemerintah. Jika Indonesia disebutkan oleh bank dunia dalam transisisi menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas, maka tentu saja investor bisa saja beralih hati. Hal ini dikarenakan mereka tentunya tidak mau begitu saja membayar mahal untuk upah pekerja (buruh), berinvestasi di negara yang birokrasinya rumit dengan pejabat korup.
Di samping itu, tidak pula Indonesia harus terikat oleh para investor luar. Mestinya, Indonesia juga meningkatkan kualitas ekspor dan juga produksi barang dalam negeri untuk digunakan di negeri sendiri. Dalam hal ini, UMKM tentu punya peran signifikan. Kabar baiknya, urusan UMKM ini turut menjadi cakupan implementasi dari makroprudensial.
Penutup
Kita telah berkenalan sekilas mengenai Makroprudensial dan peranannya untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia demi terhindar dari resesi. Kebijakan ini adalah baik adanya, tetapi juga rumit pada saat yang bersamaan. Tentu saja itu dikarenakan cakupannya yang komprehensif dan koheren.
Oleh karena itu, integrasi dan sinkronisasi antara kebijakan Fiskal oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kebijakan Mikroprudensial oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta kebijakan Moneter, Makroprudensial, dan Sistem Pembayaran dari Bank Indonesia (BI). Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertugas untuk melakukan penjaminan simpanan dan resolusi bank. Keempat lembaga ini tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Jadi, dibutuhkan koordinasi yang baik di antara lembaga-lembaga tersebut sebagai ring satu dalam menjaga SSK Indonesia.
Referensi
- Official Youtube Channel Bicara Makroprudensial: https://www.youtube.com/@BicaraMakroprudensial
- https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/stabilitas-sistem-keuangan/instrumen-makroprudensial/default.aspx#:~:text=%E2%80%8BPenyangga%20Likuiditas%20Makroprudensial%20(PLM,digunakan%20dalam%20operasi%20moneter%2C%20yang
- https://www.cnbcindonesia.com/opini/20201214143002-14-208937/memaknai-kebijakan-makroprudensial-di-tengah-hantaman-pandemi
- https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/642bc98e56231/bank-dunia-sebut-ekonomi-ri-sedang-transisi-jadi-negara-menengah-atas